11 Pola Makan Nabi Muhammad SAW dalam Perspektif Ilmu Kedokteran

Daftar Isi

11 Pola Makan Nabi Muhammad SAW, Termasuk Kurma dan Makan Malam
Abusyuja.com – Nabi Muhammad SAW merupakan sosok yang tidak pernah pilih-pilih dalam hal makanan. Beliau memakan apapun yang memang tersedia sebagai makanan pokok di jazirah Arab. Beliau tidak bisa disebut sebagai vegetarian, sebab makanan favorit beliau adalah paha domba.

Perilaku pilih-pilih makanan atau mengonsumsi suatu jenis makanan tertentu justru dapat membahayakan tubuh manusia. Sebab, tidak menutup kemungkinan kebiasaan tersebut akan menjadikan pencernaan menolak jenis makanan tertentu yang sebetulnya asupan gizinya sangat dibutuhkan bagi tubuh.

Nabi Muhammad SAW memakan makanan yang menjadi kebiasaan penduduk daerah beliau. Bisa diartikan. Beliau memakan beberapa jenis daging, buah-buahan, roti, kurma, dan lain sebagainya.

Berikut adalah beberapa ketentuan, pola, atau cara makan Nabi Muhammad SAW lengkap dengan penjelasan dalam ruang lingkup ilmu kedokteran.

1. Nabi Menyukai Buah Kurma

Beliau sangat menyukai kurma sebagai salah satu sumber makanan. Ketika berbuka puasa, beliau selalu menganjurkan kepada para sahabatnya untuk mengonsumsi buah kurma sebagai salah satu takjil manis. Lalu pertanyaannya, seberapa besar manfaat buah kurma itu?

Buah kurma adalah salah satu makanan sempurna untuk takjil. Buah ini memiliki kandungan yang mampu menstabilkan kadar gula darah, menyeimbangkan kadar elektrolit darah, dan membantu memulai sistem pencernaan saat persiapan memproses makanan.

Tidak hanya saat puasa, Nabi SAW juga menganjurkan untuk mengonsumsi kurma di saat menjelang kelahiran karena terbukti bermanfaat untuk meningkatkan produksi hormon oksitosin dalam tubuh dan mempercepat persalinan.

2. Nabi Tidak Pernah Mencela Makanan

Ketika Nabi SAW tidak suka dengan suatu makanan tertentu, beliau tidak pernah sekalipun mencelanya. Atau melarang para sahabat untuk turut tidak menyukainya. Terlebih mengharamkannya. Inilah yang oleh Ibnu al-Jauzi disebut-sebut sebagai salah satu “dasar penting” untuk menjaga kesehatan. Dengan tidak mengatakan hal-hal buruk tentang makanan tersebut, tapi justru kemudian memakannya.

Abu Hurairah pernah menceritakan dalam sebuah hadis:

Nabi Muhammad SAW tidak pernah sekalipun mencela makanan. Kalau beliau tidak menyukainya, beliau mendiamkannya dan tidak memakannya.”

Suatu ketika pernah beliau disuguhi biawak Arab (Dhab) yang sudah dipanggang dan beliau tidak memakannya. Para sahabat bertanya, ‘Apakah itu haram?’ Kemudian Nabi menjawab, ‘Tidak, akan tetapi makanan semacam ini tidak ada di daerah kaumku, sehingga aku merasa tidak menyukainya.’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mencela Makanan dapat membawa dampak bagi kesehatan”. Itulah pernyataan Ibnu al-Jauzi yang ditulis sekitar tujuh abad lalu dan kesaksian Abu Hurairah empat belas abad silam. Pernyataan tersebut terbukti oleh ilmuan hari ini, bahwa sugesti kita ternyata juga berpengaruh terhadap baik-buruknya makanan yang akan kita makan nantinya.

Penelitian membuktikan bahwa pengaruh sugesti terhadap makanan akan berdampak langsung kepada makanan tersebut. Terutama air. Jika diteliti, air yang disugesti baik, akan muncul molekul-molekul positif. Air yang diberi doa, dibacakan ayat-ayat suci, atau yang dipuji, semua molekulnya tampak indah jika dilihat dengan alat pembesar.

Menurut Dr. Masaru Emoto dalam bukunya, “The Hidden Message in Water” dijelaskan, semakin kuat konsentrasi pemberi pesan atau doa, semakin dalam pula pesan yang muncul dalam molekul air tersebut. Bahkan molekul air juga bisa dipengaruhi oleh perasaan manusia yang berada di sekitarnya. Perasaan sedih, senang, bahagia, susah, bahkan marah, dapat membentuk kristalisasi molekul air. Menjadi bentuk indah, atau justru sebaliknya.

Partikel air bisa tampak lebih indah jika ada reaksi positif di lingkungan sekitarnya. Tapi sebaliknya, molekul air juga bisa tampak “hancur berantakan” hanya dengan kita mengucapkan kata “setan” kepadanya.

Lebih mengagumkannya lagi adalah air zamzam. Menurut penelitian Dr. Masaru Emoto, air zamzam ternyata memiliki kemampuan penyembuhan luar biasa. Sesuai dengan salah satu hadis Nabi Muhammad SAW beratus-ratus tahun silam.

3. Menyugesti Makanan dengan Hal Positif

Nabi Muhammad SAW selalu menyugesti makanan dengan hal-hal positif. Jika menemukan lauk makanan berupa cuka, beliau berkata, “Sebaik-baiknya lauk adalah cuka”. Jika tidak menemukan lauk daging, beliau mengatakan, “Ini adalah pimpinannya makanan ahli dunia dan akhirat.”

Padahal secara logika, cuka memiliki rasa asam yang begitu kuat dan sering kali kurang diminati oleh kebanyakan lidah orang. Lalu pertanyaannya, kenapa beliau mengatakan bahwa cuka adalah lauk terbaik?

Pada zaman dahulu, makanan pokok Arab adalah roti. Terkadang roti dipadukan dengan makanan lain sebagai lauknya, daging misalnya. Pernah suatu ketika Nabi SAW tidak menemukan lauk apapun untuk santapan beliau kecuali cuka.

Meskipun demikian, beliau tetap memakannya dan berusaha menghibur dengan mengatakan “Sebaik-baiknya lauk adalah cuka. Ya Allah berikanlah keberkahan pada cuka. Sesungguhnya cuka adalah lauknya para Nabi sebelumnya.”

Kalimat tersebut tentunya sebatas pelipur hati agar tidak mengecewakan para istri beliau dan tak mau menyumpahi rezeki yang sudah dikaruniakan-Nya. Kita bisa mencontoh pribadi mulia ini. Artinya, substansi dari pesan moral ini bukan terletak di cukanya, melainkan di sugesti positifnya.

4. Berdoa Sebelum dan Sesudah Makan

Sugesti positif juga diajarkan oleh Nabi SAW sebelum makan dan minum. Salah satu wujud besarnya adalah doa. Doa yang disebut-sebut dalam sebuah hadis sebagai “senjata kaum beriman” adalah hal yang hampir-hampir tak pernah terlupakan oleh Nabi SAW ketika hendak makan. Beliau juga tak pernah meninggalkan ucapan syukur setelah makan.

5. Nabi Menganjurkan Makan Bersama-sama

Selain anjuran berdoa dan mensyukuri nikmat, beliau juga menganjurkan untuk makan bersama-sama. Makan secara berkelompok dipercaya akan menambah keberkahan dari makanan yang hendak dinikmati.

Hari ini, menikmati hidangan secara berjamaah terbukti ampuh dapat mengurangi stres, memperbaiki hubungan dan keharmonisan keluarga, serta membangun kebiasaan makan sehat pada anak-anak.

6. Nabi Tidak Pernah Makan Sambil Tidur

Makan sambil gaya tiduran adalah gaya khas para raja pada waktu itu. Raja-raja Persia dan Romawi konon terkenal makan sambil tetap berada di atas ranjang singgasana mereka. Tidak beranjak dari peraduan dan enggan mengangkat badan untuk duduk tegak.

Dalam dunia medis, mengonsumsi makanan dengan posisi tiduran sangatlah tidak dianjurkan. Sebab, dalam tubuh terdapat sebuah klep yang terletak di antara kerongkongan dan lambung. Fungsi klep tersebut ternyata juga dipengaruhi oleh gravitasi.

Jika seseorang makan dengan posisi tiduran, bukan tidak mungkin peran klep akan terganggu. Hal ini akan menyebabkan refleks asam lambung hingga mencapai kerongkongan. Masalah besarnya, semakin lama akan memicu luka dan membahayakan saluran pernafasan. Risiko lain yang paling sering dan sangat mungkin terjadi adalah tersedak.

Dan akibat terparahnya adalah ketika makanan sampai masuk ke saluran pernafasan. Bukan tidak mungkin seseorang akan terancam nyawanya.

Manusia memiliki dua saluran dalam tenggorokannya. Satu menuju aliran pernafasan, sedangkan lainnya menuju pencernaan. Dua saluran ini dipisah dengan satu katup bernama epiglotis. Saat makan dengan posisi sambil tidur, tidak menutup kemungkinan makanan yang seharusnya diantar ke saluran pencernaan justru masuk ke aliran pernafasan disebabkan karena kerja katup epiglotis tidak maksimal. Maka dari itu, risiko ini sebaiknya dihindari.

7. Nabi Tidak Makan Sambil Berdiri

Nabi SAW juga tidak pernah menganjurkan makan dengan posisi berdiri. Memang, posisi makan paling baik adalah duduk. Dalam riwayat lain, Nabi SAW mengambil posisi duduk di atas kedua lutut dan meletakkan telapak kaki kiri di bawah punggung telapak kaki kanan.

Cara seperti ini mencerminkan sikap tawadu’ dan sopan kepada Allah SWT dan mencerminkan penghormatan terhadap makanan sekaligus orang yang sedang bersama Nabi.

Posisi duduk saat makan seperti ini adalah yang paling baik. Karena seluruh anggota tubuh berada dalam posisi alaminya. Sehingga, seseorang nantinya akan mendapatkan manfaat makan secara maksimal.

8. Nabi Menganjurkan Makan Malam

Dalam sebuah hadis, Nabi SAW juga memerintahkan para sahabat agar jangan sampai meninggalkan makan malam. Bukan meninggalkan sarapan, tapi jangan sampai tidak makan malam.

Menurut Nabi SAW, meninggalkan makan malam dapat mengurangi intensitas kecerdasan, membuat orang menjadi mudah lupa (pikun).

Meninggalkan makan malam bisa menyebabkan pikun.” (HR. Turmudzi)

Maksud “malam” pada hadis di atas adalah makan malam sebelum pukul delapan (20.00). artinya, makan malam sebaiknya dilakukan sebelum jam 8, bukan selebihnya, yang mana justru dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan karena pada waktu itu pembakaran lemak tidak begitu banyak, sehingga lemak akan menumpuk dan bisa mengakibatkan obesitas ataupun penyakit jantung.

Namun, kita juga harus tahu bahwa situasi pola hidup manusia zaman dulu dan sekarang sangatlah berbeda. Orang zaman dulu melewati malam harinya dengan aktivitas seperti membaca Al-Qur’an, salat tahajud, atau berzikir. Berbeda dengan situasi sekarang yang kebanyakan disibukkan dengan aktivitas rebahan, seperti bermain ponsel dan sejenisnya.

Dengan perbedaan situasi ini, wajar jika ada sebagian dokter yang menganggap bahwa makan malam justru dapat menimbulkan berbagai penyakit, seperti kolesterol dan sejenisnya.

9. Tidak Terlalu Kenyang

Nabi Muhammad SAW juga tidak pernah banyak makan. Dalam konsep Islam, makan yang dianjurkan adalah jangan sampai kekenyangan, sepertiga lambung diisi makanan, sepertiga lambung diisi dengan air, sedangkan sisanya dibiarkan kosong. Konsep makan ala Islam ini terbukti mampu mencegah menyakit.

Etika makan ala Rasulullah ternyata sesuai dengan konsep makan “Hara hachi bun me” Jepang. Dalam tata cara ini disebutkan, agar makan hanya hingga delapan puluh persen saat sudah merasa kenyang. Dengan kata lain, tidak makan sampai berlebihan hingga kekenyangan.

Ibnu Qayim al-Jauzi pernah berkata, “Memenuhi perut dengan makanan akan membahayakan jantung dan kesehatan badan.”

Imam Ghazali juga pernah berkata, “...Makanlah setelah lapar dan menyudahinya sebelum kenyang.

Kebutuhan seseorang akan makanan sejatinya tidak terpusat pada seberapa banyak makanan yang dimakan. Mengonsumsi makanan terlalu berlebihan dan tidak teratur, justru tidak baik bagi kesehatan.

Meskipun banyak energi, vitamin dan lain sebagainya yang masuk, bukan berarti itu adalah pola hidup sehat, justru “sekedarnya” dan “teraturlah” yang baik bagi kesehatan.

10. Puasa Dua Kali dalam Seminggu

Nabi SAW menganjurkan berpuasa paling tidak dua kali dalam seminggu, yaitu puasa Senin dan Kamis. Kedua puasa ini sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Antara lain untuk mengistirahatkan sementara organ pencernaan yang bekerja penuh siang malam selama tujuh hari dalam seminggu.

Demikian pula puasa Ramadan, berpuasa sebulan penuh ini menurut keterangan dokter, juga mencegah penyakit mag dan lambung. Bahkan bagi yang sudah terlanjur mengidap kedua penyakit ini, justru ada kemungkinan untuk sembuh.

11. Nabi Tidak Pernah Tergesa-gesa ketika Makan

Salah satu etika penting yang perlu diperhatikan adalah jangan pernah tergesa-gesa saat makan. Nabi SAW mengajarkan kepada umatnya agar makan hidangan secara perlahan.

Cara makan seperti ini dapat kita temukan dari pola makan yang diajarkan Nabi dengan menggunakan tiga jari. Perilaku ini menunjukkan bahwa Nabi tidak pernah tergesa-gesa ketika menikmati makanan.

Pada dasarnya tubuh manusia membutuhkan waktu kurang lebih dua puluh menit untuk mengirim sinyal kenyang ke otak. Karena itu, makan dengan perlahan akan membantu seseorang memperbaiki pencernaannya. Pola makan seperti ini sangat dianjurkan oleh Rasulullah.

Mengenai seberapa banyak kita perlu mengunyah makanan, Syekh al-Munawi menuturkan, “Memang tidak ditemukan suatu hadis yang menyatakan bahwa Nabi mengunyah makanannya tiga puluh dua kali.”

Menurut beliau, mengunyah 32 kali hanyalah kesimpulan para ulama yang berpijak pada hadis-hadis Nabi, salah satu ulama yang memberi kesimpulan ini adalah Ibnu al-Arabi. Beliau berpijak pada sebuah hadis yang menyatakan anjuran jumlah dalam mengunyah makanan (dalam konteks ini adalah roti) sebanyak 32 kali.

Dalam perspektif kedokteran, mengunyah 32 kali akan memberi kesempatan pada enzim Amilase yang diproduksi liur untuk mengurai makanan sebelum ditelan dan masuk ke sistem pencernaan. Sisi positifnya, lambung, usus, dan kelenjar lain jadi tidak perlu kerja terlalu berat untuk mencerna makanan.

Sumber Referensi:

Faid al-Qadir, Volume 5, halaman: 46, 85, 145, 334, 

Ibnu Qayim al-Jauziah, al-Tib al-Nabawy, halaman: 161.

Suyanti Sutuhu, Kurma: Khasiat dan Aneka Olahannya, halaman: 30.

Abu Hasan Ali bin Khalaf Ibn Batol, Syarah Sahih al-Bukhari, Volume 5, halaman: 447.

Masaru Emoto, The Hidden Massage in Water. Pesan Rahasia sang Air., Halaman: 22.

Al-Mawahiub al-Laduniyah, Juz 2, Halaman: 166.

Al-Muwatha’, Juz 2, Halaman: 934.

Sulayman bin Ahmad al-Tabrani, al-Du’a li al-Thabrani, Halaman: 278.

Indri Mastuti dan Dian Akbas, Full Time vs Mom Working, Halaman: 63.

Sulayman bin Dawud al-Toyalis, Musnad Abi Dawud al-Toyalis, Juz 2, Halaman: 376.

Abu Hasan Ali bin Ahmad al-Udwi, Hasyiyah al-Udwi ala Syarh Kifayah al-Talib al-Rabbani, Juz 2, Halaman: 467.

Imam al-Tirmidzi, Juz 3, Halaman: 351.