Sebelum Menjadi Dokter, Baca 5 Nasihat Dahsyat ini!

Daftar Isi

Sebelum Menjadi Dokter, Baca 5 Nasihat Dahsyat ini!
Abusyuja.com – Bekerja di dunia medis memang sangatlah menggiurkan. Banyak orang yang salah niat ingin terjun ke dunia medis agar mendapatkan pundi-pundi rupiah. Apalagi menjadi dokter spesialis, gajinya bisa menyentuh di angka 80 juta per bulan.

Jauh dari tujuan itu, dokter sejatinya adalah kegiatan kemanusiaan dan ibadah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Sebelum menjadi dokter, berikut 5 pesan dahsyat yang bisa kita petik nilai positifnya:

1. Masa Bodoh, yang Penting “Jujur”

Kejujuran itu penting. Sangat penting. Terlepas dari kewajiban, sikap jujur wajib hukumnya dimiliki oleh setiap insan, bukan dokter saja.

Memang, tidak harus menjadi dokter agar memiliki sifat jujur, tetapi sikap jujur seorang dokter harus lebih “ditekankan” untuk mengawal profesinya.

Setiap vonis atau diagnosis seorang dokter “wajib” hukumnya didasari dengan kejujuran. Segalanya harus sesuai dengan kenyataan. Prosedur ini tetap haru diterapkan meskipun mengandung dilema.

Misalnya, ada pasien divonis terserang penyakit ganas dan mematikan. Seandainya kabar buruk ini tetap disampaikan, hanya akan memperparah keadaan. Maka dalam hal ini, kejujuran tetap menjadi prioritas utama.

Jika dokter memilih “memendam rahasia” dan tidak menyampaikan kenyataan yang sebenarnya, maka hal itu akan merugikan pasien, yang mana ia tidak bisa mempersiapkan hari-hari terakhirnya dengan husnulkhatimah.

Jika dirasa berat, dokter bisa bekerja sama dengan kerabat atau sahabat pasien untuk menyampaikan vonis tersebut. Memandang diagnosisi seperti ini bisa melemahkan mental dan psikis pasien jika disampaikan dengan bahasa apa adanya, tanpa menggunakan majas.

2. Menepati Janji

Profesi dokter sudah pasti berhubungan dengan kesanggupan dan janji. Janji untuk memenuhi tanggung jawab yang diamanatkan pasien kepadanya.

Jangan sampai pasien dikecewakan dengan harapan kosong. Artinya, jika tidak benar-benar yakin bisa memenuhi permintaan pasien, dokter jangan sampai menyanggupi apapun yang diminta pasien.

Atau jika janji sudah terlanjur menjadi kesepakatan dan kenyataan menurut hal-hal yang tidak sesuai dengan rencana, maka harus ada pembicaraan baik-baik antara dokter dengan pasien.

Seorang pasien yang telah dirawat oleh rumah sakit, menjadi kewajiban semua staf dan dokter untuk merawat dan mengobatinya. Sehingga, jika ada seorang pasien terlantar dan mengakibatkan kematian, maka pihak rumah sakit dianggap bersalah dan berdosa atas kejadian tersebut.

3. Menepati Kontrak

Terkadang kita jumpai, hubungan dokter dan pasien terjalin atas dasar kontrak. Artinya, dokter telah membuat kesepakatan untuk menjalankan proses pengobatan.

Pemenuhan kontrak secara profesional merupakan kewajiban. Karena kesanggupan ini secara otomatis telah memasuki ranah perintah Allah berupa kewajiban yang harus dipenuhi.

Terbengkalainya pasien tanpa penanganan medis, dilihat dari kacamata agama disebut sebagai tindakan pelanggaran hukum pidana. Seperti halnya kasus kematian yang disebabkan tidak adanya penanganan atau tidak ada respons secara tanggap.

Baca juga: Hukum Menolak Pasien dalam Islam

Sebagian ulama mengategorikannya sebagai pelanggaran pasal pembunuhan, dengan catatan dilakukan dengan sadar dan sengaja, ia menelantarkan pasiennya tanpa penanganan. Begitu pula muncul rasa enggan atau dasar alasan yang tidak mendesak.

Ada kalangan yang menilai bahwa pendapat di atas dirasa agak berlebihan dan tidak memiliki pijakan agama yang mapan. Menurut kalangan ini, keengganan dokter dalam melakukan tindakan medis karena permasalahan remeh, cukup menggugurkan hukum pidana yang menjeratnya. Sebab, kasus ini dikategorikan sebagai perkaya syubhat yang dapat mencegah konsekuensi pidana pembunuhan secara sengaja.

4. Memberikan Nasihat kepada Pasien

Memberikan pencerahan hati dengan memberi nasihat pada pasien mempunyai posisi dan peran penting dalam upaya memberikan ketenangan psikologi.

Dalam konteks umum, ada beberapa hal yang harus disalurkan bagi sesama muslim, termasuk memberi nasihat. Misalnya, dengan menunjukkan jalan terbaik bagi dunia atau akhiratnya. Nabi SAW pernah bersabda,

Agama adalah nasihat. Sahabat bertanya, ‘Untuk siapa Rasulullah?’, Nabi menjawab, ‘Bagi Allah, kitabnya dan Rasulnya, dan para pemimpin, serta seluruh umat Islam’.”

Keterbukaan informasi medis merupakan hak pasien yang wajib diberikan. Sangat tidak dibenarkan apabila dokter tidak memberikan penjelasan perihal tindakannya, baik dari segi spesifikasinya ataupun dampak yang kelak ditimbulkannya.

Karena sangat memungkinkan, minimnya pemberian informasi akan berujung pada kekecewaan atau ketidakpuasan pasien. Terlebih pada tindakan-tindakan dengan risiko tinggi, seperti operasi beserta turunannya, misalnya.

Salah satu perilaku yang bertentangan dengan kode etik kedokteran Islam adalah memperluas dan mempermudah akses operasi tanpa diimbangi dengan penyampaian informasi yang valid dan jelas dan akan memancing pasien untuk cenderung mengamininya. Pelanggaran kode etik ini disejajarkan dengan tindakan penipuan yang dapat menuai kecaman keras dari syariat.

5. Tidak Membuka dan Melihat Aurat

Di berbagai literatur Islam, baik klasik maupun kontemporer, banyak dijumpai keterangan akan keharaman membuka dan melihat aurat. Larangan ini telah menembus batas keanekaragaman profesi manusia, siapapun dia, apapun profesinya, agama tidak memberi akses bebas untuk membuka batas keharaman ini. “Termasuk juga dokter”. Ini yang paling jarang diperhatikan oleh para dokter.

Allah SWT berfirman:

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.(QS. An-Nur: 30-31)

Seperti sabda Nabi Muhammad SAW tentang terlarang melihat aurat:

Seorang laki-laki tidak diperbolehkan melihat aurat laki-laki, dan seorang perempuan tidak diperbolehkan melihat aurat perempuan.” (Al-Hadis)

Konsensus ulama juga menyerukan hal serupa, yakni wajibnya menurut aurat dari penglihatan orang lain. Sampai di sini, termasuk tindakan menyimpang dan tercela adalah ketika dokter membuka atau menyuruh pasien untuk membuka auratnya tanpa ada desakan yang membenarkannya.

Jika memang dokter merasa perlu untuk membuka aurat guna memperlancar proses pengobatan, seperti dalam proses identifikasi yang mengharuskan terbukanya aurat, maka bagi dokter hanya diperbolehkan melihat sebatas “kebutuhan saja”.

Itulah beberapa pesan atau “wejangan” yang semoga dapat kita petik nilai positifnya. Wallahu A’alam