7 Syarat Operasi yang Dibenarkan dalam Syariat Islam
Sebenarnya Islam tidak melarang pemeluknya mendayagunakan pemikiran dan kemampuannya untuk memperoleh kesembuhan, bahkan menganjurkannya. Hanya saja, catatan dan syarat-syarat yang diberlakukan harus terpenuhi, tujuannya tidak lain demi kembali pada kebaikan bersama; meminimalisir risiko dan memperoleh hasil terbaik.
Kita tahu, setiap praktik operasi akrab kaitannya dengan risiko besar. Hal inilah yang membuat agama Islam enggan untuk melegalkan tindakan operasi secara mudah. Keberadaan tuntutan pemenuhan syarat yang akan dijabarkan di bawah ini bukan berarti Islam membatasi, tetapi lebih sekedar untuk menjaga eksistensi kehidupan manusia dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Selain itu, prediksi akurasi tingkat keberhasilan juga turut diperhitungkan. Artinya, jika dokter mempunyai dugaan kegagalan akan tindakan operasi, atau operasi yang hendak dilangsungkan dapat menimbulkan risiko lain tetapi relatif lebih besar, maka Islam secara tegas melarangnya.
Berikut adalah beberapa aspek yang harus dipenuhi sebelum praktik operasi dilakukan. Setidaknya ada tujuh poin persyaratan agar praktik operasi dapat terverifikasi oleh syariat:
1. Penyakit yang Diderita Membutuhkan Tindakan Operasi
Syarat pertama adalah memang penyakit tersebut “benar-benar” membutuhkan tindakan operasi. Setidaknya ada dua kondisi dalam poin ini. Pertama, “kondisi darurat”, yakni kondisi mendesak untuk segera dilakukan tindakan operasi. Jika tidak, maka akan berakibat fatal, seperti berujung pada kematian atau kehilangan fungsi anggota tubuh. Kedua, “hajat”, yakni apabila operasi tidak dilakukan, akan menimbulkan rasa sakit luar biasa. Penyakit tersebut akan mengganggu aktivitas sehari-hari atau memperlambat kesembuhan.
2. Dokter Telah Mengantongi Izin Operasi
Perizinan ini bisa didapatkan langsung dari pasien yang bersangkutan atau jika tidak memungkinkan, izin bisa diperoleh dari walinya. Meskipun operasi diyakini sebagai satu-satunya jalan pengobatan, tetapi akan dinilai ilegal jika tidak mendapatkan perizinan dari pasien. Dokter juga tidak dibenarkan memaksa pasien agar bersedia menjalani operasi, karena hak operasi sepenuhnya adalah milik pasien.
3. Integritas dan Profesionalitas
Dua poin di atas menjadi syarat yang tidak boleh hilang dari pribadi dokter. Secara teknis, nihilnya ketentuan ini riskan menimbulkan risiko fatal bagi pasien, bahkan bisa berujung kematian. Oleh karena itu haram hukumnya bagi seorang oknum yang tidak berkompeten dalam bidang ini melakukan tindakan operasi.
Nilai kompetisi dokter ini dapat dinilai dari dua syarat. Pertama, mempunyai wawasan keilmuan yang memadai tentang seluk beluk dan hal-hal terkait operasi. Kedua, mempunyai kemampuan untuk melangsungkan operasi sesuai dengan prosedur (SOP) yang dibenarkan.
4. Ada Dugaan Kuat atas Keberhasilan Operasi
Pada konteks ini, dugaan kuat (zan) dalam perspektif Islam mempunyai nilai hukum. Karena dugaan bersanding dengan yakin. Sehingga dugaan kuat seorang dokter atas kesuksesan tindakannya mampu dijadikan bekal untuk mengabsahkan praktik operasinya. Namun sebaliknya, jika dugaan kuat itu berupa kegagalan, maka ia tidak diperkenankan untuk menjalankannya. Artinya, keabsahan operasi sangat bergantung pada keberhasilan itu sendiri. Pun sebaliknya, nihilnya peluang kesuksesan operasi akan mengakibatkan keharaman.
5. Tidak Ada Pilihan Selain Operasi
Besarnya risiko menjadi pertimbangan ulama dalam memosisikan operasi sebagai opsi terakhir. Pilihan operasi bisa dibenarkan jika memang tidak ada alternatif lain selain operasi. Artinya, seandainya penyakit bisa disembuhkan melalui pengobatan dengan nilai risiko yang relatif rendah, maka dokter tidak boleh menggunakan metode pengobatan dengan nilai risiko yang cenderung lebih besar, dalam hal ini adalah tindakan operasi.
6. Tindakan Operasi Harus Didasari pada Kemaslahatan
Operasi dalam dibenarkan jika misi utamanya adalah sebagai media penyembuhan. Contoh sederhananya adalah operasi untuk mengubah alat kelamin dengan motif sekedar untuk pemenuhan hasrat dan kesenangan duniawi belaka. Larangan ini didasari pada fakta hukum yang terlanjur mengharamkan asal dari praktik operasi. Situasi hukum akan berubah ketika ada kemaslahatan yang dipertimbangkan oleh syariat.
7. Tidak Menimbulkan Risiko yang Lebih Besar
Suatu penyakit tidak boleh dihilangkan jika tindakan yang dilakukan menimbulkan dampak sepadan atau lebih besar. Konsep demikian merupakan serapan kaidah fikih yang dijadikan pijakan asal keharaman tindakan operasi. Artinya, apabila tindakan operasi justru mengakibatkan risiko lebih besar dari penyakit yang diderita, maka operasi tersebut diharamkan.
Imam Al-Baghawi berkata,
“Jika dalam suatu pengobatan mengundang suatu bahaya yang lebih besar, maka pengobatan itu diharamkan.” (Syarah Sunah, 12: 147)
Artinya, tindakan melukai orang lain (operasi) ditoleransi oleh syariat dengan pertimbangan tertentu, yakni jika motifnya menghilangkan penyakit atau bahaya yang lebih besar.
Itulah 7 syarat operasi yang dibenarkan dalam syariat Islam. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A’lam
Sumber Referensi:
Musa bin Ahmad al-Hijawi, Al-Iqna' li al-Hijawi, juz 2, halaman 302.
Ahkam al-Jiruhah, halaman 105.
Abu Bakr bin Mas'ud al-Kasani, Bada'i al-Sana'i fi Tartib al-Syara'i, juz 4, halaman 194.
Al-Khatib Al-Syirbini, Hasyiah Mughni al-Muhtaj, juz 2, halaman 324.
Ibn Qudamah, Al-Mughni li ibn Qudamah, juz 5, halaman 538.
'Izuddin bin Abd Salam, Qawa'id al-Ahkam, fi Masalih al-Anam, juz 1, halaman 92.
Shlomo Raz, MD. & Larissa Rodriguez, MD. Female Urology, halaman 957.
Muhammad bin Ali al-Syaukani, Nail al-Autar, juz 8, halaman 205.