Istilah-istilah Khusus dalam Mazhab Hanafi

Daftar Isi

Istilah-istilah Khusus dalam Mazhab Hanafi
Abusyuja.com – Ada beberapa istilah khusus yang sering digunakan dalam setiap mazhab, baik itu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Istilah ini digunakan dengan tujuan untuk meringkas agar tidak muncul rasa jemu dengan pengulangan dan juga untuk mengetahui mana pendapat yang kuat dan mana pendapat yang muktamad. Untuk kajian kali ini, kami hanya mengkhususkan pada istilah-istilah mazhab Hanafi saja, berikut penjelasannya:

1. Zhahir ar-riwayat

Istilah Zhahir ar-riwayat biasanya digunakan untuk menunjukkan kepada pendapat yang rajih (kuat) dari tiga imam mazhab, yakni Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan Muhammad Hasan.

2. Al-Imam dan beberapa julukan lainnya

Maksud julukan Al-Imam yang sering kita temukan di dalam kitab Mazhab Hanafi adalah Imam Hanafi sendiri. Untuk julukan Asy-Syaikhan adalah ditujukan kepada Abu Hanifah dan Abu Yusuf. Untuk Ath-Tharafan ditujukan untuk Abu Hanifah dan Muhammad. Ash-Shahiban ditujukan kepada Abu Yusuf dan Muhammad. Ats-Tsani ditujukan kepada Abu Yusuf. Sedangkan Ats-Tsalits ditujukan untuk Muhammad.

3. Yufta Qat’an

Istilah Yufta Qat’an menunjukkan kepada sesuatu yang disepakati oleh Abu Hanifah dan para sahabatnya dalam riwayat-riwayat yang zhahir. Apabila mereka berselisih pendapat, maka yang difatwakan secara mutlak adalah pendapat Abu Hanifah, khususnya dalam bab ibadah. Dalam beberapa kasus kehakiman, kesaksian, dan harta pusaka, yang dijadikan fatwa adalah pendapat Abu Yusuf karena dia lebih berpengalaman dalam perkara-perkara ini.

4. Jika tidak ada riwayat imam

Jika tidak ada riwayat imam dalam suatu masalah, maka hendaklah difatwakan mengikuti pendapat Abu Yusuf, kemudian mengikuti pendapat Muhammad, kemudian pendapat Zufar, dan Hasan bin Ziyad.

5. Masalah Qiyas dan Istihsan

Apabila dalam suatu masalah dapat digunakan pendekatan qiyas dan istihsan, maka hendaklah menggunakan istihsan kecuali dalam beberapa masalah yang masyhur. Jika suatu maslah tidak disebutkan zhahir ar-riwayatnya, tetapi ia terdapat dalam riwayat lain, maka riwayat lain tersebut hendaklah digunakan.

6. Pertentangan antara pendapat sahih dan yang difatwakan

Apabila terdapat pertentangan di antara pendapat yang sahih dengan pendapat yang difatwakan, misalnya dikatakan pendapat yang sahih adalah “A” sedangkan pendapat yang difatwakan adalah “B”, maka yang lebih utama adalah mengikuti pendapat yang sesuai dengan teks Hanafiah (mutun). Jika tidak terdapat pendapat yang sesuai dengannya, maka hendaklah diikuti pendapat yang difatwakan. Sebab, fatwa merupakan sesuatu yang lebih kuat dari kata sahih, ashah, asybah, dan lain-lain.

7. Teks Hanafiah (Mutun)

Maksud kata “mutun” adalah teks Hanafiah yang diakui, seperti kitab Mukhtasar al-Qaduri, Al-Bidayah, An-Nihayah, Al-Mukhtar, Al-Wiqayah, Al-Kanz, dan Al-Multaqa. Kitab-kitab ini ditulis dengan tujuan memindahkan (menyatakan) zhahir ar-riwayat dan pendapat muktamad.

8. Larangan menggunakan riwayat daif (lemah)

Di dalam mazhab Hanafi, dilarang beramal menggunakan riwayat yang lemah (daif), walaupun untuk diri sendiri. Dalam masalah ini, tidak ada bedanya apakah dia adalah seorang qadhi ataupun mufti. Perbedaan di antara keduanya adalah mufti menceritakan (memberi tahu) tentang hukum syara’, sedangkan qadhi menetapkannya. Rerata para imam mazhab lain juga berpendapat sama. Tetapi dalam kasus tertentu, boleh mengeluarkan fatwa dengan pendapat daif untuk memberi kemudahan kepada banyak orang.

9. Kebatilan pada talfiq

Menurut ulama Hanafi, aturan hukum dari berbagai mazhab yang dicampuradukkan (talfiq) adalah perbuatan batil. Demikian juga menarik kembali taqlid (kepada mazhab) sesudah melaksanakan suatu amalan juga batal.

Misalnya, seseorang yang salat zuhur kemudian wudunya mengikuti mazhab Hanafi, maka dia tidak boleh membatalkan salatnya menggunakan aturan mazhab Maliki. sebab, di dalam Mazhab Hanafi dan Maliki terdapat perbedaan di dalam masalah wudu. Hanafi cukup mengusap sebagian kepala, sedangkan Maliki mewajibkan mengusap seluruh kepala.

10. Muqallid

Sebagian pendapat ulama Hanafi mengatakan bahwa apabila seorang muqallid melaksanakan amalan dengan berdasarkan mazhab lain atau dengan berdasarkan riwayat yang daif atau pendapat yang lemah (qaul daif), maka amalannya itu terlaksana dan orang lain tidak boleh membatalkannya.

11. Tahqiq dalam mazhab Hanafi

Hasyiyah Ibn Abidin, seorang ulama Syria yang meninggal dunia pada 1252 Hijriah, kitabnya yang berjudul Rad dal-Mukhtar ‘ala ad-Durr al-Mukhtar, dianggap sebagai usaha tahqiq (penyunting) dan tarjih yang penghabisan dalam mazhab Hanafi.

Itulah istilah-istilah khusus dalam mazhab Hanafi. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A'lam.

Sumber Referensi:

Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, , Jilid 1, Halaman 63-65.