Istilah-istilah Khusus dalam Mazhab Maliki

Daftar Isi

Istilah-istilah Khusus dalam Mazhab Maliki
Abusyuja.com – Ada beberapa istilah khusus yang sering digunakan dalam setiap mazhab, baik itu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Istilah ini digunakan dengan tujuan untuk meringkas agar tidak muncul rasa jemu dengan pengulangan dan juga untuk mengetahui mana pendapat yang kuat dan mana pendapat yang muktamad, serta untuk menjaga maslahat orang banyak dan mempertimbangkan ‘urf yang beragam. Berikut adalah istilah-istilah khusus yang terdapat dalam mazhab Maliki:

Dalam mazhab Maliki, seorang mufti hendaklah membuat fatwa berdasarkan pendapat yang rajih dalam masalah yang dipersoalkan. Selain mufti yang tidak memiliki kriteria untuk berijtihad, hendaklah mengikuti pendapat yang disepakati (muttafaq ‘alaih), atau mengikuti pendapat yang masyhur dalam mazhab atau pendapat yang telah di-tarjihkan oleh orang-orang terdahulu.

1. Kata Al-Mazhab dan Al-Masyhur

Jika di dalam kitab mazhab Maliki ditemukan kata “al-mazhab”, maka maksudnya adalah mazhab Maliki. Apabila ditemukan kata “al-masyhur”, maka maksudnya adalah ada perbedaan pendapat dalam mazhab, khususnya dalam masalah berkenaan. Menurut pendapat yang muktamad, maksud “al-masyhur” adalah pendapat yang banyak dikatakan oleh ulama.

2.  Kata Qila Kadza dan Ukhtulifa fi Kadza

Jika di dalam pembahasan ada kata “qila kadza” (dikatakan begini) atau “ukhtilifa fi kadza” (diperselisihkan dalam masalah ini), maka semuanya berarti bahwa dalam masalah tersebut ada perselisihan pendapat dalam mazhab.

3. Riwayatani, Syadz, dan Al-Marjuh

Jika disebutkan riwayatani, maka artinya adalah riwayat yang bersumber dari Imam Maliki. para pengarang kitab dalam mazhab Maliki mempunyai pegangan bahwa fatwa hendaklah dibuat dengan pendapat yang masyhur atau pendapat yang rajih.

Sedangkan pendapat yang syadz dan pendapat al-marjuh adalah pendapat-pendapat yang daif, tidak boleh dijadikan fatwa. Bahkan tidak boleh digunakan untuk pribadi sendiri.

5. Talfiq

Talfiq adalah mencampuradukkan dua mazhab atau lebih dalam suatu ibadah. Dalam mazhab Maliki, ada dua aliran pendapat mengenai masalah ini. Pendapat pertama dari kelompok yang melarang. Mereka adalah ulama mazhab Maliki yang berada di Mesir (Al-Mishriyyun). Pendapat kedua dari kelompok yang memperbolehkan. Mereka adalah ulama mazhab Maliki yang berada di dunia Islam bagian Barat (Al-Magharibah). Akan tetapi, menurut pendapat yang lebih sahih sebagaimana pendapat Ad-Dasuqi yang meriwayatkan dari para gurunya, talfiq seperti ini adalah boleh. Pendapat ini tentu dapat memberikan kelonggaran. 

6. Kitab Matan Al-‘Allamah

Matan Al-‘Allamah Syekh Khalil (767 H) dan para pensyarah yang membuat syarah kepada matan tersebut dianggap muktamad dalam mazhab Maliki, dalam pencatatan pendapat mazhab, riwayat, dan dalam menjelaskan pendapat yang rajih.

Itulah beberapa istilah-istilah khusus dalam mazhab Maliki. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A’lam

Sumber Referensi:

Abu Zahrah, Kitab Malik, hlm. 457 dst.

Ad. Dardir, Hasyiyah ad-Dausuqi ‘ala Syarh al-Kabir, Jilid 1, hlm. 20.

Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, , Jilid 1, hlm. 66-67.