Wanita Nunggu Dipinang? Udah Nggak Zaman!

Daftar Isi

Wanita Nunggu Dipinang? Udah Nggak Zaman!
Abusyuja.com – Masih Ingat Laila binti Khatim? Seorang wanita cerdas pemberani yang masyhur kala itu disebut (maaf) “perempuan gatal” karena telah lancang mengutarakan keinginannya supaya diperistri oleh Nabi SAW.

Siapa pun tak mampu menampik kharisma Rasulullah SAW. Beliau tidak hanya tampan, tetapi juga berwibawa. Betapa banyak wanita yang bergetar saat berhadapan dengannya.

Tak sedikit pula yang mengutarakan maksudnya untuk mencintai Rasulullah, tetapi beliau menolaknya dengan sopan dan halus, dan mereka pun mundur teratur.

Tetapi, ada satu wanita yang setelah ditolak Rasulullah, ia malah nglonjak maju dan ngotot karena melihat potensi besar yang akan didapatnya jika ia dinikahi oleh Rasulullah.

Yaps, perempuan itu bernama Laila binti Khatim. Dengan sombongnya mengatakan siapa dirinya, “Anak dari seorang pengusaha pemberi makan burung”.

Hal ini dimaksudkan agar Rasulullah memikirkan ulang dan menimbang kembali penolakannya, dengan mempertimbangkan kekuasaan yang dimiliki oleh orang tua Laila. Dengan begitu, Nabi SAW bersedia mengabulkan permintaannya.

Setelah tindakan tersebut, banyak pihak yang mengecam akan keberanian Laila, terutama para perempuan. Kerabat-kerabatnya mengatakan agar ia meralat sikap dan perbuatannya pada Rasulullah untuk tidak menikahinya.

Untung saja, atas saran kerabatnya, ia menuruti nasihat mereka. Kalau tidak, ia tentu membuat gemas Rasulullah yang tidak tahu lagi bagaimana harus menolak halus cintanya.

Namun, sebelum Laila mundur, Rasulullah pun telah menyiasati keberanian Laila. Beliau kemudian berpesan:

Pulanglah dahulu, nanti aku akan memutuskan menolak atau menerimamu.

Hingga akhirnya setelah ia mengatakan sebagaimana saran kerabatnya agar mundur dari keinginannya dinikahi oleh Rasulullah, dan hal itu disampaikan kepada Rasulullah langsung, dengan mudahnya Rasulullah mengatakan:

Memang aku belum menerimamu.”

Di zaman sekarang, sulit rasanya melihat wanita yang seperti Laila; berani, lancang mengutarakan dulu rasa cintanya kepada laki-laki yang dicintainya. Wanita sendiri identik dengan sifat malu-malu, apalagi dalam menyatakan rasa cinta.

Mereka lebih sering menunggu menyatakan itu dari laki-laki ada tradisi mengekalkannya. Di Jawa misalnya, aneh rasanya bila wanita meminang laki-laki. Sedangkan yang lazim adalah sebaliknya.

Padahal di dalam Islam tidak mempermasalahkan apakah harus laki-laki dulu yang memang atau perempuan dulu karena keduanya bukan sebuah aib atau perbuatan yang menyalahi syariat. Bahkan dalam sejarah kita mengetahui bagaimana Khodijah “menembak” Rasulullah melalui utusannya, Nafisah bin Munabbih untuk menyatakan hal itu pada kerabat Rasulullah. Di lain hari, ganti utusan Abi Thalib yang datang ke pihak Khodijah untuk menindaklanjuti keinginan Khadijah.

Putri dari Anas bin Malik menceritakan pada ayahnya sendiri tentang seorang perempuan yang menyerahkan diri untuk dinikahi Rasulullah, “Betapa tidak tahu malunya!” Kata putri dari Anas bin Malik.

Namun, Anas mengomentari, “Dia lebih baik dari kau, sebab dia menginginkan Nabi lalu menyerahkan dirinya, sedangkan kau malah membicarakannya”.

Bukankah Umar Bin Khattab menawarkan putrinya untuk dinikahi para sahabat sebelum akhirnya Rasulullah yang memilihnya? Inilah dasar memperbolehkannya seorang wanita melamar laki-laki.

Selama ini seorang wanita muslimah hanya terjebak oleh adat dan tradisi. Memilih pasif menunggu padahal jika dirinya sudah siap untuk menikah, maka ia bisa berkata pada walinya untuk meminang seorang laki-laki saleh yang diharapkan mampu mendampinginya.

Untuk kalian para ukhti yang masih menunggu jodoh, jangan ragu untuk meminta, sebab kejujuran dan keterusterangan jauh lebih disukai dan mencerminkan keterbukaan.

Dengan sikap keterbukaan, menyatakan cinta, menginginkan untuk segera dipinang, bukanlah merendahkan citra wanita itu sendiri. Lihatlah bagaimana Laila binti  Khatim, walaupun ia menyatakan cinta lebih dulu pada Nabi, hal itu sama sekali tidak membuatnya jadi rendah. Ia tetap mulia di sisi kaumnya walaupun harus berada di tengah suasana cibiran dan fitnah dari kaumnya sendiri.