Manfaat Sunat atau Khitan dalam Islam

Daftar Isi

Manfaat Sunat atau Khitan dalam Islam
Abusyuja.com – Khitan atau sunat merupakan sebuah langkah preventif terhadap menjangkitnya kanker penis. Penyakit ini masih satu keluarga dengan tumor ganas genital dan tergolong jarang dijumpai.

Sedangkan penyebabnya diduga berasal dari Smegma. Smegma adalah cairan berbau yang menyerupai keju yang berdiam di bawah kulit depan glans penis.

Baca Juga: Kapan Waktu yang Tepat untuk Khitan Anak?

Tetapi penyakit ini lebih sering dikaitkan dengan pria yang tidak disunat dan pria yang menderita herpes genetis.

Tidak heran jika penyakit kanker penis sangat jarang penjangkit para penganut agama Islam dan Yahudi. Karena memang tradisi sunat telah mengakar kuat pada dua agama ini.

Angka statistik kedokteran menyebutkan, agama Yahudi hanya menyumbang 9 penderita dari sekian banyak populasinya yang tersebar di seluru penjuru dunia.

Baca Juga: Sejarah Khitan dalam Islam

Penekanan angka ini disinyalir sebagai peran aktif khitan yang mentradisi di agama tersebut.

Preputium adalah kulit yang menutupi kepala penis. Di situlah tempat menumpuknya sisa-sisa air urine yang tertahan oleh lapisan kulit tersebut, sehingga tidak mengherankan jika pada bagian tersebut menjadi sarangnya bakteri penyebab penyakit.

Maka dari itu, khitan atau sunat sangatlah disarankan sebagai langkah preventif terhadap serangan berbagai macam penyakit. Selain itu, sunat juga dapat mengurangi angka risiko gejala penurunan imunitas tubuh (AIDS).

Baca Juga: Hukum Khitan dalam Islam

Menurut para ahli medis di Arab Saudi, sunat atau sirkumsisi dapat mengurangi risiko AIDS sebesar 60%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dr. Eir Ansharlip, “Khitan bagi pria dapat mengurangi risiko terjangkit virus AIDS sebanyak 60 persen dibandingkan dengan lelaki yang tidak disunat.

Khitan/Sunat bagi Perempuan

Tidak seperti sunat pada laki-laki, sunat pada perempuan (khifadh) malah justru mendapatkan berbagai macam penolakan.

Baca Juga: Dasar Hukum Khitan bagi Perempuan

WHO misalnya. Pada situs resminya, khifadh atau sunat bagi perempuan merupakan ancaman bagi kesehatan dan merampas hak asasi perempuan, serta mampu menyebabkan pendarahan dan gangguan kencing.

Dalam jangka panjang, sirkumsisi atau sunat pada perempuan dapat menyebabkan kista, infeksi, kemandulan, serta komplikasi dalam persalinan, dan akan meningkatkan risiko kematian bayi yang baru lahir.

WHO mendefinisikan khitan wanita sebagai FGM (Famale Genetial Mutilation). Meliputi seluruh prosedur yang menghilangkan secara total dan sebagian organ genitalia eksternal atau melukai pada organ kelamin wanita karena alasan non medis.

WHO kemudian mengklasifikasikan FGM menjadi empat kategori, yaitu:

Pertama: Klitoridektomi, yaitu pengangkatan sebagian atau seluruh klitoris (lipatan kulit di sekitar klitoris).

Kedua: Eksisi, yaitu pengangkatan sebagian atau seluruh klitoris dan labia minora, dengan atau tanpa eksisi dari labia majora (labia adalah bibir yang mengelilingi vagina)

Ketiga: Infibulasi, yaitu penyempitan lubang vagina dengan membentuk pembungkus. Pembungkus dibentuk dengan memotong dan reposisi labia majora atau labia minora, baik dengan atau tanpa pengangkatan klitoris.

Keempat: Tipe lainnya, yaitu semua tindakan berbahaya lainnya terhadap alat kelamin perempuan untuk tujuan non medis. Misalnya menusuk, melubangi, menggores, dan memotong daerah genital.

Kesimpulannya, WHO hanya keberatan pada tindakan FGM. Lebih tepatnya suatu tindakan pemotongan secara total atau sebagian organ genitalia eksterna.

Namun perlu diperhatikan, dalam Islam definisi khitan wanita TIDAKLAH SAMA dengan FGM.

Di Indonesia sendiri terdapat Peraturan Menteri Kesehatan tentang khitan bagi wanita, yaitu peraturan nomor 1636/Menkes/Per/XI/2010 Tentang Sirkumsisi Perempuan.

Dalam aturan ini dijelaskan, khitan perempuan merupakan tindakan menggores kulit yang menutupi bagian depan Klitoris, tanpa melukai Klitoris.

Di Indonesia, khitan perempuan akan terakreditasi oleh negara jika dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan profesional, seperti dokter, bidan, dan perawat yang telah memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja.

Penyedia jasa khitan perempuan diutamakan diambil juga dari tenaga kerja perempuan. Adanya Peraturan Menteri Kesehatan ini bisa digunakan sebagai standar operasional prosedur (SOP) bagi tenaga kesehatan apabila ada permintaan dari pasien atau orang tua bayi untuk menggunakan jasa khitan terhadap bayinya.

Artinya, khitan perempuan yang sebagaimana diatur di Indonesia ini sangatlah berbeda dengan FGM yang diilegalkan WHO. 

Berkenaan dengan hal ini, MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah melayangkan sebuah fatwa mengenai larangan khitan perempuan. Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa, “melarang perempuan untuk khitan adalah tindakan yang tidak dibenarkan dalam syariat Islam.” Karena sunat atau khitan merupakan fitrah dan syiar Islam.

Namun khusus untuk khitan perempuan, MUI memberikan batasan-batasan, yaitu:

Pertama, khitan perempuan dilakukan cukup dengan menghilangkan selaput (preputium) yang menutupi Klitoris.

Kedua, khitan perempuan tidak boleh dilakukan secara berlebihan, seperti memotong atau melukai klitoris (insisi dan eksisi) yang bisa menimbulkan dampak negatif.

Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW memaparkan manfaat khitan bagi perempuan:

Khifadhlah dan jangan berlebihan. Karena tidak berlebihan dalam khifadh mampu menjadikan wajah lebih ceria dan lebih nikmat bagi suami dalam berhubungan badan. (HR. Al-Hakim No. 6.897)

Demikianlah kajian singkat mengenai manfaat khitan dalam Islam. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A’lam

Sumber Referensi:

Koes Iryanto, Memahami Berbagai Macam Penyakit, (313)

Yusuf al-Hajj, Mausu'ah al-'Ijaz al-'Ilm fi Qur'an al-Karim wa al-Sunah al-Mutaharah, (134)

Republika

Majalah Kesehatan Muslim, Lebih Dekat dengan Khitan, (24)

Goerge C. Denniston, Marilyn Fayre Milos, Sexual Multilations: a Human Tragedy, (51)