Memilih Jodoh dari Bobot, Bibit, dan Bebet dalam Islam

Daftar Isi

Memilih Jodoh dari Bobot, Bibit, dan Bebet dalam Islam
Abusyuja.com – Seorang laki-laki perlu mengetahui status dari pasangan yang hendak dinikahinya: apakah ia wanita baik-baik bukan pelacur ataukah memang dia dari kalangan keluarga yang punya rekam jejak yang buruk.

Dalam tradisi Jawa dikenal istilah bobot, bibit, dan bebet. Bobot adalah kualitas dari calon pasangan kita, mulai dari pekerjaan, keahlian, keterampilan hingga hobi yang menunjang kehidupannya dalam berumah tangga.

Termasuk di dalam bobot adalah kecantikan fisik, keuletan dan kerajinannya, mengerti sopan santun, dan lain sebagainya.

Adapun bibit adalah garis keturunannya. Inilah yang dimaksud oleh sabda Rasulullah Saw. berikut:

"Wanita dinikahi karena empat hal: kecantikan, kekayaan, keturunan, dan agamanya. Tetapi, utamakanlah yang agamanya paling bagus."

Bibit adalah penjamin keturunan kita menjadi baik, jika ia berasal dari bibit yang baik. Bibit yang baik itu terdapat pada perilaku yang baik dari orang tua kedua belah pihak.

Selama ini orang beranggapan, kejahatan terjadi karena faktor lingkungan, kebiasaan, dan kemiskinan. Tetapi belakangan ini, anggapan itu diruntuhkan dengan dilansirnya sebuah hasil penelitian baru bahwa gen dari orang tua berpengaruh besar terhadap anaknya. Termasuk, jika orangtuanya pelaku kriminal, maka anaknya juga akan menjadi pelaku kriminal.

Sebuah penelitian dari University of Texas yang diterbitkan dalam jurnal Criminology mengatakan,

"Ada ratusan, bahkan ribuan gen yang memungkinkan seseorang secara bertahap terlibat dalam kejahatan meskipun kemungkinannya hanya 1% tetapi yang 1% ini berasal dari genetik yang tidak kita sadari". (J.C Barnes, Peneliti Genetik)

Hari ini ilmu pengetahuan telah menyingkapnya, melengkapi kebenaran sabda Rasulullah Saw. yang telah kita yakini. Bibit yang terbaik mutlak diperlukan bila kita ingin menghasilkan keturunan yang baik pula.

Yang ketiga adalah bebet, yakni cara berpakaian atau bebetan. Pakaian dalam makna kiasan adalah akhlak. Al-Qur’an mengatakan, pakaian terbaik adalah takwa, kedekatan pada Allah menghiasi diri dengan amal-amal saleh, memoles wajah dengan pribadi yang lembut, akhlak mahmudah, sehingga dari wajah yang cantik akan semakin bertambah cantik dengan akhlak yang baik.

Akhlak yang baik bisa berarti agama yang baik pula, sehingga ada kesamaan antara hadis Rasulullah Saw. dengan yang diterapkan dalam lelaku filosofi orang Jawa – yang bersumber dari agama Islam pula.

Mempersiapkan menikah, termasuk di dalamnya calon pasangan kita, selain harus cantik, juga harus keturunan wanita baik-baik. Dan ujung dari semua itu, yang paling penting adalah bebet, agama, atau akhlaknya, yang seandainya mereka tidak memiliki kecantikan, tidak memiliki harta yang banyak, minimal bebet atau agamanya harus baik.

Allah Swt. menyelamatkan kaum mukmin dengan cara memberikannya pasangan yang salihah. Karena dengan cara itu, Allah hendak memisahkannya dengan orang-orang jahat, orang-orang kafir, sehingga mata rantai keturunan mereka tetaplah berasal dari orang saleh sampai anak, cucu, cicit, dan buyutnya.

Demikian pula, Allah Swt. menjadikan lelaki kafir berpasangan dengan wanita kafir, lelaki musyrik dengan wanita musyrik pula, dan lelaki pezina berpasangan dengan perempuan pezina.

Dunia memiliki banyak contoh bagaimana sepasang suami dan istri membunuh sebuah keluarga atau bagaimana Abu Lahab berpasangan dengan Ummu Jamil yang bekerjasama untuk mencelakakan Rasulullah. Sepasang suami istri itu tak hanya dekat rumahnya dengan Rasulullah, tetapi juga masih ada hubungan kerabat.

Meskipun begitu, keduanya berusaha untuk mencelakakan Rasulullah Saw. dengan hasutan dan fitnahnya. Bahkan, Ummu Jamil sering kali menaburkan duri di jalan yang dilalui oleh Rasulullah, ia juga memfitnah Rasulullah dengan keji.

Karena itulah Al-Qur’an menjuluki Ummu Jamil sebagai pembawa kayu bakar “hammalatal hathab” dalam QS. Al-Lahab. Kayu bakar dipakai untuk mengibaratkan adu domba yang dilancarkan oleh Ummu Jamil agar masyarakat menjadi benci kepada Nabi Muhammad Saw.

Ummu Jamil juga terbiasa untuk membantu pekerjaan suaminya dalam hal kekufuran dan pembangkangan terhadap perintah Allah dan mencelakakan dakwah Rasulullah.

Bahkan, suat kali ia memakai kalung dengan penuh kesombongan sambil berkata, "Kalung ini akan aku jual yang biayanya kupakai untuk memerangi Muhammad". Oleh karena itu, Al-Qur’an mengatakan, "Di lehernya terdapat sabut (dari api neraka)."