Hakikat Memilih Jalan yang Lurus dalam Islam

Daftar Isi

Hakikat Memilih Jalan yang Lurus dalam Islam
Abusyuja.com - “Ya Allah, tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat, bukan jalan mereka yang Engkau benci, bukan pula jalan mereka yang sesat.”

Sahabatku, setiap hari doa di atas kita panjatkan, tidak pernah kita tinggalkan. Ketika mendirikan shalat, kita membaca surat Al-Fatihah yang di dalamnya ada doa tersebut. Itu karena kita sadar, tanpa petunjuk dari Allah Swt., hidup kita tidaklah berarti. Tindak-tanduk akan sesat, berbuah kekeliruan dan kesesatan, lalu mendatangkan akibat yang buruk di dunia dan akhirat.

PROMO BUKU

Kita ingin berada di jalan yang bercahaya, jalan yang lurus, dan jalan yang membawa kepada keselamatan. Maka, kita memohon hidayah Allah, sebab tak seorang pun kuasa menemukan jalan yang lurus tanpa petunjuk dari-Nya.

Alhamdulillah, kita harus banyak-banyak memuji Allah Swt., bersyukur kepada-Nya, sebab kini kita telah diberi anugerah yang besar, kita digolongkan oleh Allah di barisan hamba-Nya yang diberi hidayah.

Menurut Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, ada beberapa kewajiban di pundak kita sebagai seorang muslim. Insyaallah, di bagian ini akan kita bahas. Semoga bisa menambah pemahaman dan mengingatkan bagi yang lupa.

Pertama, mengimani. Kita mestinya menjadi muslim yang mukmin, sebab banyak yang mengaku muslim dengan lisannya, tapi sejatinya hatinya mengingkari. Kita tidak demikian. Lisan kita haruslah selaras dengan hati, selaras pula dengan gerak anggota badan. Kita percaya bahwa agama inilah yang menyelamatkan, ajarannya yang menyejukkan adalah penawar di tengah budaya hidup yang bobrok. Tiada lain.

Kedua, mengilmui. Sebelumnya sudah kita bahas, cinta tanpa ilmu adalah kesia-siaan. Cinta menjadi berharga dan berarti kalau disertai ilmu. Nah, apa yang perlu kita ilmui? Tentang agama ini, apa alasan kita memilihnya sebagai jalan hidup (the way of life). Tentang status kita, apa artinya kita seorang muslim. Tentang cinta, bagaimana kita mengejawantahkannya di jalan yang lurus.

Bila Islam artinya ketundukan dan penyerahdirian kepada Allah Swt., maka secara otomatis kita jadikan cinta juga tunduk kepada Allah sepenuhnya. Kita tidak lagi memperturutkan hawa nafsu yang terkadang sulit dilihat bedanya dengan cinta, sebab tipis lapis pemisahnya. Seperti halnya yang dijelaskan oleh Rasulullah Saw., “Tidak beriman seseorang di antara kalian, sehingga hawa nafsunya tunduk kepada ajaran yang aku bawa.”

Sahabatku, jalan yang lurus ini tidak berarti mulus, bebas hambatan, dan selalu nyaman. Tidak. Jalan yang lurus ini juga dihinggapi gangguan, hambatan, tantangan, rintangan, dan godaan. Hanya saja, kita diberikan sepasang “kaki” untuk tetap berjalan, yakni syukur dan sabar. Ketika kita mendapati keadaan yang menyenangkan, kita bersyukur. Ketika mendapatkan keadaan yang menyakitkan, kita bersabar. Keduanya akan mendatangkan kebaikan.

Dalam cinta terhadap pasangan lawan jenis, kita juga dicoba apakah bisa bertahan di jalan yang lurus atau memilih menyimpang. Pacaran adalah satu di antara banyak cobaan itu. Ketika melihat ramainya orang pacaran, saling bergandengan tangan, melancong berdua, apalagi sekarang ramai yang mengunggah kemesraan di muka umum dan di media sosial, apakah di tengah keadaan yang menggoda ini kita bisa bertahan? Sungguh beruntung orang yang bersabar, Allah Swt. akan senantiasa bersama mereka.

Ketiga, mengamalkan. Setelah beriman dan mengilmui, lahirlah amal. Bila iman kita ibaratkan dengan akar, maka amal adalah buahnya yang bermanfaat dan bunganya yang indah. Tak dapat dipisahkan iman dengan amal. Di jalan yang lurus ini, kita punya banyak kewajiban. Maka, lewat amal, kita bisa berupaya menunaikan semua kewajiban itu sebagai bentuk syukur kepada Allah Swt.

Keempat, mendakwahkan. Iman, ilmu, dan amal, belumlah cukup. Kita juga harus menyeru orang lain menuju jalan yang lurus. Setidak-tidaknya, keluarga kita. Sebab, Allah Swt. tidak hanya akan bertanya tentang diri kita sendiri.

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tahrim: 9)

Kelima, bersabar dalam mengimani, mengilmui, mengamalkan, dan mendakwahkan agama ini. Tanpa kesabaran, gugurlah seluruhnya.

Ada orang yang ditawari uang, dengan syarat harus meninggalkan agamanya. Diterimanya tawaran itu tanpa tunggu lama. Itu pertanda tiadanya kesabaran.

Ada pula orang yang merasa kesulitan memahami ilmu agama, kemudian ditinggalkannya proses belajar, dipilihnya menikmati segala kesenangan. Itu juga pertanda tiadanya kesabaran.

Ada orang yang menganggap kewajiban dalam agama ini terlampau banyak lagi berat, maka dipilihnya mengingkari, memilih mana yang mudah-mudah. Itu pun pertanda tidak adanya kesabaran.

Begitu juga orang yang telah mencoba berdakwah, lalu didapatinya orang yang didakwahinya tidak berubah dan dipilihnya menyerah saja, kesabaran telah hilang dari hatinya.

Sahabatku, kesabaran itu memang pahit, tapi manis akibatnya. Dari dulu hingga kini, umat ini senantiasa dihantam badai cobaan dan gangguan. Lalu, kita dapatilah dalam sejarah cerita tentang kesabaran para pejuang yang menginspirasi kita. Mereka telah mendapati keindahan hidup di akhirat, sebagai hasil “jual beli” mereka dengan Allah Swt.

Demikianlah penjelasan tentang karakteristik jalan lurus yang kita pilih ini. Semoga kepahaman membuat kualitas cinta kita menjadi bertambah baik.