Ya Allah, Siapakah Jodohku?

Daftar Isi

Ya Allah, Siapakah Jodohku?
Abusyuja.com - Sahabatku, ketika berbincang tentang jodoh, ingatan kita akan dekat dengan firman Allah Swt. dalam surat An-Nur ayat 26.

“Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji, laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji (pula). Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga).”

Menurut penjelasan ulama tafsir, ayat ini turun untuk membela Ummul Mukminin Aisyah Ra. dari tuduhan bahwa beliau berselingkuh dengan Shafwan bin Muaththal. 

Kisahnya, waktu itu kaum muslimin, termasuk Rasulullah Saw. dan Aisyah Ra., sedang dalam perjalanan pulang dari perang melawan Bani Musthaliq. Mereka singgah di suatu tempat untuk beristirahat. Bunda Aisyah Ra. hendak menunaikan hajat, maka beliau keluar dari sekedupnya ke semak-semak. Usai itu, beliau cepat-cepat kembali. 

Di situ barulah beliau menyadari ternyata kalungnya terjatuh. Maka, beliau kembali lagi ke tempatnya menunaikan hajat tadi untuk mencari kalung tersebut. Setelah itu, beliau segera beranjak ke tempat peristirahatan kaum muslimin. Musibah terjadi. Kaum muslimin sudah bergerak kembali ke Madinah dan beliau tertinggal. Beliau memutuskan untuk tetap bertahan di tempat itu. Harapannya, agar mereka bisa menemukan beliau setelah menyadari bahwa beliau tertinggal.

Saat itu, sahabat yang bertugas menyisir di belakang pasukan adalah Shafwan bin Muaththal. Beliaulah yang menemukan Ummul Mukminin Aisyah Ra. di tempat peristirahatan. Maka, Shafwan mempersilakan Bunda Aisyah Ra. naik di atas untanya. Sedangkan Shafwan berjalan menggiring unta di depan. Beliau benar-benar menjaga adab, berbicara sepatah kata pun tidak, apalagi menoleh ke belakang melihat wajah Bunda Aisyah.

Sesampainya mereka di tempat kaum muslimin, berita buruk riuh dibicarakan. Rupanya, orang-orang munafik sudah memanfaatkan keadaan ini untuk menyebarkan fitnah. Mereka menuduh telah terjadi perselingkuhan Shafwan dengan Bunda Aisyah. Untuk menjelaskan dusta inilah Allah Swt. menurunkan firman-Nya tadi.

“Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga).”

Adapun di penggalan pertama ayat ini, Allah Swt. menegaskan bahwa wanita yang baik hanya akan disatukan-Nya dengan lelaki yang baik, begitu pula sebaliknya. Maka, Allah tidak mungkin pula menjadikan Bunda Aisyah Ra. sebagai istri Rasulullah Saw. jika ternyata beliau itu tidak baik.

Ayat ini juga yang memotivasi kita untuk memperbaiki diri. Kita yakin dengan pernyataan Allah Swt., sebab Allah tidak mungkin berdusta. Nah, tugas kita adalah memantaskan diri agar mendapatkan jodoh yang baik itu.

Sahabatku, meskipun demikian, kita juga mendapati dalam sejarah cerita yang berkebalikan. Misalnya, Nabi Nuh As. dengan istrinya yang kafir, Nabi Luth dengan istrinya yang juga ikut membangkang bersama kaumnya, begitu juga Asiyah binti Muzahim yang menjadi istri Fir’aun—si raja bengis nan kejam. Bagaimana dengan mereka? Apakah janji Allah Swt. di dalam ayat tadi telah tersalahi?

Tidak. Allah Swt. jugalah yang mentakdirkan itu terjadi pada mereka. Hanya saja statusnya adalah ujian. Kenanglah Asiyah, walaupun ia menjadi istri Fir’aun, tapi tidak sekali pun dirinya tersentuh oleh Fir’aun. Allah selalu menyelamatkan beliau dengan cara-Nya. Begitu pula istri Nabi Nuh As. dan Nabi Luth As., mereka ikut binasa bersama kaumnya yang membangkang.

Jadi, tetap saja janji Allah Swt. itu benar. Dan tugas kita untuk memantaskan diri mendapatkan jodoh yang baik tetap berlaku.

Sahabatku, hal lain yang perlu kita renungkan ialah soal waktu. Ada yang cepat bertemu dengan jodohnya, ada pula yang baru bertemu ketika usia sudah berkepala tiga, bahkan empat. Hal ini menjadi sensitif, terutama di kalangan wanita. Bagaimana kita menyikapinya?

Kita harus menyadari bahwa tugas kita ialah berikhtiar. Sehabis itu, bertawakkal kepada Allah Swt. agar diberi jodoh yang terbaik menurut-Nya, bukan menurut kita.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah Maha Mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)

Nah, keyakinan kita harus betul-betul sempurna kepada Allah Swt. Dialah yang paling tahu mana yang terbaik. Di samping itu, kita harus serius berikhtiar menemukan jodoh yang baik bagi kita.

Selain mencari secara pribadi, ada juga cara lain yang bisa kita tempuh. Ustadz Burhan Sodiq, dalam buku Ya Allah, Aku Tak Ingin Sendiri!, menyarankan juga untuk meminta bantuan orang-orang terdekat yang dapat kita percaya. Kita hanya perlu menjelaskan seperti apa kriteria yang kita inginkan. Ini penting, agar tidak terjadi kesalahpahaman yang berujung kekecewaan. Mudah-mudahan dengan meminta bantuan seperti itu, kita akan lebih mudah mendapatkan jodoh yang baik.

Sahabatku, ada hal yang terasa tidak lazim yang sering dialami wanita, yakni mengajukan diri. Bagaimana mungkin wanita yang mengajukan diri? Bukankah itu akan terdengar agak buruk? Sering terjadi seperti itu. Tapi, sesuatu yang sering terjadi bukan berarti selalu benar.

Suatu waktu, Anas bin Malik bersama putrinya melihat seorang wanita datang kepada Rasulullah Saw. Rupanya, wanita itu bermaksud mengajukan dirinya kepada Rasulullah. Putri Anas bin Malik itu berujar, “Alanglah sedikit rasa malunya. Alangkah sedikit rasa malunya.”

Anas bin Malik menjelaskan, “Dia lebih baik daripadamu. Dia tertarik kepada Rasulullah Saw., maka dia menawarkan dirinya.”

Selain itu, pernikahan Rasulullah Saw. dengan Bunda Khadijah Ra. dulunya juga diawali inisiatif Bunda Khadijah. Beliau tertarik pada kemuliaan akhlak Rasulullah Saw., maka beliau pun mengajukan tawaran untuk menikah. Terjadilah pernikahan yang penuh berkah itu. Pernikahan yang keindahannya membuat iri seluruh makhluk di bumi.

Tidak hanya itu, Nabi Musa As. yang menikah dengan Shafura—seorang putri Nabi Syu’aib—juga diawali dengan inisiatif Shafura. Beliau melihat Nabi Musa As. memiliki fisik yang kuat dan akhlak yang mulia.

Kisah-kisah itu memperlihatkan kepada kita, seorang wanita yang menawarkan diri itu bukanlah tercela. Justru, langkahnya itu tercatat sebagai kebaikan apabila ia menawarkan dirinya kepada lelaki yang baik. Bila pengajuan dirinya bersambut, insyaallah rumah tangganya akan diberkahi. Adapun jika pengajuan dirinya ditolak, ia tidak harus menganggapnya cacat, sebab itu bagian dari ikhtiarnya. Mungkin Allah Swt. sudah menyiapkan jodoh yang lebih baik untuknya. Lelaki yang baik itu pun tidak akan membongkar rahasia wanita yang mengajukan diri padanya.

Sahabatku, tetaplah yakin bahwa jodoh terbaik itu akan ditemukan. Bukan karena kemampuan kita, tapi karena karunia dari Allah Swt. Ikhtiar kita hanyalah jalan mengharapkan karunia Allah itu, bukan sebab utama mendapatkan jodoh yang kita inginkan. Semoga Allah Swt. selalu menolong kita.