Hukum Akad Qardh Jarra Naf'an (Riba Qardhi) dan Dalilnya

Daftar Isi

Hukum Akad Qardh Jarra Naf'an (Riba Qardhi) dan Dalilnya
Abusyuja.com – Akad dalam muamalah bukanlah hal yang baru. Seiring perkembangan zaman, berbagai model akad pun muncul. Salah satunya adalah akad Qardh Jarra Naf'an, atau akad hutang dengan menarik keuntungan.

Bagi Anda yang masih bingung, akan kami contohkan praktiknya. Misal: ada sebuah arisan yang diikuti tiga orang. A, B, dan C. Saat diundi, yang mendapatkan giliran menerima arisan adalah si A.

Akan tetapi, si A menghendaki si B untuk menerima arisan itu atas dasar rida (ikhlas) karena belum mendapatkan giliran menerima arisan.

Penyerahan hal secara suka rela dibarengi dengan ganti rugi semacam jual beli hak, misalnya: arisan kendaraan motor memberi ganti rugi sebanyak Rp.50.000,-/Rp.100.000,-

Arisan uang Rp.1.000.000,- memberi ganti rugi sebanyak Rp.100.000,-, sedangkan si B masih punya hak giliran di lain waktu.

Menurut Ala sabili al ihtiyat (menurut pendapat yang berhati-hati) akad semacam ini termasuk akad Qardlu jarro Naf’an (hutang dengan menarik keuntungan) yang hukumnya tidak boleh (haram)

Akan tetapi, jika tidak ada janji dalam akad (Fu al-sulbi al-aqdi), maka hukumnya boleh dengan nama bai’ul Istihqoq.

Dasar pengambilan :

Kitab Bughyatu Al-Mustarsyidin hal, 13

إِذِ اْلقَرْضُ الفَاسِدُ المُحَرَّمُ هُوَ اْلقَرْضُ المَْشْرُوْطُ فِيْهِ النَّفْعُ لِلْمُقْرِضِ, هَذَا اِنْ وَقَعَ فِي صُلْبِ القد، فان تواطأ عليه قبله ولم يذكر في صلبه او لم يكن عقد جاز مع الكراهة كسائر حيل الربا الواقعة لخير غرض شرعي.

Artinya:

Akad utang piutang yang fasid (rusak) dab haram adalah mengutangi dengan janji pihak yang mengutangi dapat keuntungan hal ini (haram) bila syarat tersebut masuk ke dalam isi transaksi

Jika syarat mendapat keuntungan itu tepat pada bertepatan sebelum terjadi transaksi dan waktu transaksi tidak menyebut-nyebut janji keuntungan bagi yang mengutangi, atau sama sekali tidak ada transaksi, maka hukumnya adalah boleh, tetapi disertai makruh seperti makruhnya segala rekayasa riba yang terjadi bagi selain tujuan syara’.

Kitab I’anatu Al Tholibin, III : 20

(قوله: ومنه ربا القرض) أي ومن ربا الفضل: ربا القرض، وهو كل قرض جر نفعا للمقرض، غير نحو رهن. لكن لا يحرم عندنا إلا إذا شرط في عقده، كما يؤخذ من تصويره الآتي، ولا يختص بالربويات، بل يجري في غيرها، كالحيوانات والعروض.

Artinya:

(Di antaranya ialah riba qardi ) artinya: termasuk bagian dari riba fadli adalah qardhi, yaitu setiap mengutangi yang mengambil untung/manfaat bagi yang mengutangi, selain akad gadai dan sesamanya haram, hal itu tidak haram menurut kita.

Kecuali jika keuntungan itu di ucapkan atau diisyaratkan pada waktu transaksi (maka hukumnya haram),…….

Kitab Al-Bajuri, I : 344

لم يكن هناك عقد – كمالو باع معاطاة وهو الواقع في أيامنا لم يكن ربا وان كان حراما لكن أقل من حرمة الربا.

Artinya: 

Jika di sana (dalam syarat) tidak terjadi sebuah akad (transaksi) seperti pada waktu jual beli dengan mu’athah ( memberikan tanpa bicara), seperti yang terjadi saat ini, itu bukan riba, jika terjadi keharaman, maka lebih sedikit dari pada keharaman riba.

Kitab Fatawi Kubro, III : 23

والذي صرح به الأصحاب أن كل ما ابطل شرطه القد لا يضر إضمار نية فيه، وذكر صاحب الكافى أنه مع ذلك الإضمار هل يحل باطنا؟ وجهان قال : واصحهما يحل لحديث عامل خيبر.

Artinya:

Sesuatu yang telah dijelaskan oleh santrinya Imam Syafii:

Apabila suatu syarat yang dapat membatalkan akad (transaksi) itu tidak masalah, jika hanya tersimpan dalam hati (tidak masuk akad) shahibu al-kafi menjelaskan jika hal itu terjadi ( menyembunyikan syarat dalam hati) apakah transaksinya secara batin dianggap halal?

Ada dua pendapat, menurut yang ashah adalah halal dengan dasar hadis tentang pengelola tanah (Nabi) di Khaibar.

Demikian kajian singkat mengenai Hukum Akad Qardh Jarra Naf'an  (Riba Qardhi) dan Dalilnya lengkap dengan dalilnya. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A'lam