3 Kelompok Ahli Waris dalam Hukum Islam
Dalam hukum Islam dikenal adanya pembagian tertentu atas harta yang ditinggalkan oleh pewaris.
1. Kelompok Ashabul Furudh
Pembagian ini dikenal dengan sebutan Furudhul Muqaddarah. Sedangkan pemilik hak dari pembagian tersebut dikenal dengan sebutan Ashabul Furudh.
Besarnya pembagian terhadap harta waris ini terdiri dari:
- 2/3 (dua pertiga) bagian;
- 1/3 (sepertiga);
- ½ (setengah/satu perdua);
- ¼ (seperempat);
- 1/6 (seperenam); dan
- 1/8 (seperdelapan).
2. Kelompok Ashabah
Selain Ashabul Furudh yang akan mendapatkan bagian tertentu, terdapat kelompok lain yang dinamakan Ashabah.
Kelompok Ashabah ini akan menghabiskan sisa bagian setelah kelompok Ashabul Furudh mendapatkan haknya.
Contoh:
Ahli waris terdiri dari ibu, ayah, anak laki-laki, dan anak perempuan. Ibu dan ayah masing-masing mendapatkan 1/6 bagian, sedangkan sisanya akan dibagikan kepada anak-anak pewaris dengan ketentuan anak laki-laki mendapatkan dua kali bagian dari anak perempuan (perbandingan 1:2).
3. Kelompok Dzawil Arham
Selain kelompok Ashabul Furudh dan Ashabah, ada juga kelompok Dzawil Arham, yakni kelompok ahli waris yang tidak termasuk pada Ashabul Furudh dan Ashabah.
Kelompok Dzawil Arham terdiri dari kerabat yang dihubungkan dengan pewaris melalui jalur perempuan, seperti cucu perempuan dari anak perempuan, anak bibi atau nenek dari ibu, dan seterusnya.
Kelompok Dzawil Arham ini tidak akan mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan ahli waris selama masih terdapat kelompok Ashabul Furudh dan Ashabah.
Pengelompokan Ashabul Furudh, Ashabah, dan Dzawil Arham ini merupakan sebuah tradisi yang terdapat dalam mazhab Suni.
Sedangkan mazhab Syiah memiliki pandangan yang berbeda dengan cara mengelompokkan ahli waris menjadi tiga tingkatan.
Tingkatan pertama, orang tua dan anak-anak keturunannya. Tingkatan kedua, saudara laki-laki dan perempuan beserta keturunannya. Kelompok ketiga, paman, bibi, baik dari pihak ayah atau ibu beserta keturunannya.
Selama masih ada kelompok pertama, maka kelompok berikutnya tidak mendapatkan hak, demikian seterusnya.
Apabila dibandingkan antara hukum waris berdasarkan fikih dan hukum waris di Indonesia, maka terdapat perbedaan yang mendasar.
Pertama, tetap memberlakukan Ashabul Furudh dengan beberapa perubahan.
Di antara perubahan tersebut tampak pada kedudukan anak perempuan yang dapat menghabiskan harta waris meskipun bersama-sama dengan saudara pewaris.
Ketentuan ini merupakan dampak dari kedudukan anak perempuan yang dapat meng-hijab (menutupi) saudara laki-laki maupun perempuan.
Norma ini berbeda dengan fikih klasik yang menempatkan anak perempuan sebagai ahli waris bersama dengan saudara pewaris tanpa adanya menghalang/hijab.
Kedua, dalam hukum waris di Indonesia tidak mengenal adanya Dzawil Arham. Hilangnya kelompok ini tidak lepas dari hadirnya ahli waris pengganti.
Dengan kedudukan ahli waris pengganti, cucu laki-laki maupun perempuan, baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan, mempunyai hak waris dari peninggalan kakek/neneknya, karena orang tua sudah meninggal lebih dulu dari kakek/neneknya.
Demikian kajian singkat mengenai 3 kelompok ahli waris dalam hukum Islam. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A’lam
Sumber Referensi:
- Muhammad Jawwad al-Mughniyah, al-Fiqh ala Madhahib al-Khamsah (1998).
- Dr. H. Purwasusilo dan Dr. Sugiri Permana, Hukum Waris di Indonesia (2021).