Simak! Inilah 3 Syarat Formil Gugatan Waris

Daftar Isi

Simak! Inilah 3 Syarat Formil Gugatan Waris
Abusyuja.com – Syarat formil gugatan waris sama seperti yang ditentukan pada gugatan pada perdata lainnya.

Sisi lain dari tuntutan hak waris yang berbeda dengan tuntutan lainnya adalah tidak adanya kadaluwarsa.

Kadaluwarsa merupakan suatu keadaan di mana secara hukum suatu hak tidak dapat lagi dituntut.

Dalam Pasal 1967 KUHPer disebutkan bahwa semua tuntutan hukum akan terhapus jika telah lewat waktu tiga puluh tahun, baik tuntutan hukum yang bersifat kebendaan maupun perorangan.

Akan tetapi, salah satu asas hukum waris yang berlaku di peradilan umum juga berlaku di peradilan agama.

Asas tersebut adalah “tidak adanya lembaga kedaluwarsa rechtuverwerking dalam perkara waris.

Kaidah ini terdapat pada Yurisprudensi MA No. 2939 K/Pdt/1986 tanggal 11 Mei 1988.

Selain tidak adanya asas daluwarsa dalam gugatan waris, beberapa syarat formil gugatan juga tetap menjadi norma yang harus diterapkan pada gugatan waris.

Berikut syarat-syarat:

1. Gugatan diajukan ke Pengadilan di Wilayah Tergugat

Syarat pertama adalah gugatan harus diajukan kepada Pengadilan yang mewilayahi tempat kediaman tergugat.

Jika tergugat terdiri dari beberapa orang, maka akan dipilih pengadilan yang mewilayahi tergugat di mana terdapat objek sengketa.

Jika terdapat beberapa orang tergugat yang terdapat objek sengketa, maka akan dipilih dengan nilai objek sengketa paling tinggi.

Apabila tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya, maka gugatan diajukan ke pengadilan yang mewilayahi tempat kediaman penggugat, atau ke pengadilan yang mewilayahi objek sengketa (Pasal 118 HIR)

2. Adanya Sengketa antara Penggugat dengan Tergugat

Syarat formil dalam suatu surat gugatan adalah adanya sengketa, apabila gugatan tidak muncul adanya sengketa, maka gugatan tersebut dianggap kabur obscuur libel.

Dalam asas hukum acara perdata dikenal dengan istilah point d’interet, point d’action, atau geen belaang geenactie yang menjelaskan bahwa kepentingan hukum menjadi syarat diterimanya suatu gugatan.

Suatu surat gugatan waris harus menempatkan penggugat sebagai pihak yang menuntut hak terhadap tergugat yang dianggap sebagai pihak yang menguasai hak-hak penggugat.

3. Mencantumkan Posita dan Petitum

Syarat formil ketiga adalah mencantumkan posita dan petitum gugatan. Beberapa istilah dalam gugatan yang berhubungan erat dengan formalitas gugatan waris adalah fundamentum petendi atau posita dan petitum.

Fundamentum petendi atau posita merupakan uraian atau dalil gugatan yang menjelaskan tentang sengketa peristiwa hukum feitelijke gronden (dasar fakta).

Posita juga harus menunjukkan hubungan hukum rechterlijke gronden (urgensi dan bentuk dasar hukum) antara para pihak yang bersengketa dengan objek gugatan.

Penggugat adalah pihak yang menganggap dirinya berhak dan haknya dirampas oleh pihak tergugat.

Sementara Turut Tergugat adalah pihak yang tidak aktif meskipun kedudukannya sebagai pihak penggugat.

Tidak terpenuhinya hal-hal tersebut dalam posita, gugatan akan dianggap kabur (obscuur libel).

Petitum adalah tuntutan gugatan sebagai kesimpulan dari posita.

Petitum harus dibuat secara rinci, dapat dilakukan dengan merinci petitum primer dan sekunder.

Tidak dibenarkan dalam sebuah petitum hanya memohon agar hakim menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya (ex eaquo et bono).

Jenis petitum yang hanya menyebutkan ex eaquo et bono tersebut dikenal dengan istilah petitum kompositur yang menyebabkan gugatan dianggap kabur (obscuur libel).

Demikian 3 syarat formil gugatan waris dalam hukum perdata. Semoga apa yang kami bagikan bermanfaat.

Sumber Referensi:

- Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, 2006, halaman 53.

- M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, 2012, halaman 192-195.

- Sandra Dini Febri Aristya, dkk., Hukum Perdata Materi dan Formil, halaman 323.

- Ali Budiarto, Yurisprudensi Mahkamah Agung RI, 2000, halaman 221.

- R. Soesilo, HIR dengan penjelasannya, 1985, halaman 77.

- Dr. H. Purwasusilo dan Dr. Sugiri Permana, Hukum Waris di Indonesia, 2021.