Dana Asuransi: Antara Harta Bersama atau Peninggalan

Daftar Isi

Dana Asuransi: Antara Harta Bersama atau Peninggalan
Abusyuja.com – Asuransi merupakan sarana untuk melakukan proteksi dari berbagai risiko yang mungkin timbul di kemudian hari evenemen.

Dari sudut pandang ilmu hukum, asuransi dapat ditemukan pada Pasal 246 KUH Dagang, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tahun tentang Perasuransian.

Pada saat ini, asuransi sudah tidak hanya bersifat proteksi belaka, melainkan juga bernilai investasi, sehingga dana polis yang diserahkan kepada perusahaan asuransi merupakan sebuah media saving dana investasi untuk waktu yang telah ditentukan.

Pengadilan Agama memiliki kewenangan untuk mengadili sengketa dana asuransi dalam dua bentuk.

Pertama, sengketa asuransi sebagai asuransi syariah seperti yang dijelaskan pada perubahan Undang-Undang Peradilan Agama – dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.

Kedua, sengketa dana asuransi yang menjadi bagian dari sengketa waris.

Adapun Yurisprudensi Mahkamah Agung yang berkaitan dengan asuransi adalah Putusan Nomor 2831 K/Pdt/1996 tanggal 7 Juli 1999.

Putusan ini menegaskan bahwa dalam hukum asuransi jika terjadi peristiwa yang tidak pasti telah terjadi (misal kematian), maka klaim dana asuransi merupakan hak penikmat (beneficiary) yang biasanya orang atau badan hukum dan atau ahli waris yang ditunjuk dalam polis.

Yurisprudensi ini berada dalam tatanan hukum perdata umum, bukan berawal dari kasus perdata agama.

Akan tetapi, banyak mewarnai kasus-kasus asuransi baik yang menjadi kewenangan Pengadilan Umum maupun Pengadilan Agama.

Dengan Yurisprudensi ini, maka dana asuransi merupakan hak dari penikmat yang tertera dalam polis.

Sebagai gambaran, apabila dalam polis asuransi tertulis penikmat adalah suami/istri beserta anak-anak, maka yang menjadi ahli warisnya adalah istri beserta anak-anaknya.

Sedangkan orang tua suami sama sekali tidak mendapatkan hak dari dana asuransi tersebut karena tidak dikategorikan sebagai harta peninggalan.

Kandungan nilai dari Yurisprudensi di atas juga terdapat pada Yurisprudensi Mahkamah Agung dalam menyelesaikan sengketa waris di mana di dalamnya terdapat dana asuransi berupa santunan dari Menteri Agama yang berasal dari Arab Saudi dan asuransi Jamaah BRI.

Kesimpulan

Asuransi menjadi harta bersama apabila dana asuransi diperjanjikan oleh pasangan suami istri (dalam kasus ini) dan premi asuransi dibayarkan dari harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung.

Apabila asuransi tersebut merupakan asuransi yang terjadi demi hukum atau tidak diperjanjikan sebelumnya (seperti asuransi kecelakaan dsb.), maka dana asuransi tersebut menjadi harta waris yang harus dibagikan kepada ahli waris.

Demikian kajian singkat mengenai status dana asuransi ketika si pemilik meninggal dunia. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat.

Sumber Referensi:

Satria Effemdi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta: Prenada Media Kencana, 2005), halaman 236-7.

Dr. H. Purwosusilo, S.H., M.H, Dr. Sugiri Permana, S.Ag., M.H., Hukum Waris di Indonesia, (Surabaya: Pustaka Siaga). 2021