Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Arti Tawakal kepada Allah dan Contohnya

Abusyuja.com_Tawakal kepada Allah artinya adalah “mewakilkan” atau “menyerahkan”. Sedangkan secara arti luas, tawakal kepada Allah berarti menyerahkan diri kepada Allah dengan hasil apapun yang akan kita dapat di masa depan, baik hasil dari skenario takdir pekerjaan, usaha, keadaan dan permasalahan apapun yang berkaitan dengan ketetapan Allah Swt.

http://www.abusyuja.com/2020/07/arti-tawakal-kepada-allah-dan-contohnya.html

Nabi Isa as. pernah bersabda, “ Janganlah kamu menyimpan makanan untuk esok hari, karena esok hari akan datang dengan membawa rezekinya. Coba perhatikan semut, siapakah yang memberinya rezeki? Bila kamu mengatakan (bahwa) perut semut itu kecil, coba perhatikan burung. Jika kamu mengatakan bahwa burung itu mempunyai sayap, maka perhatikan binatang-binatang buas, betapa besar dan gemuk badannya.”


Saudaraku yang dimuliakan oleh Allah, coba renungkan sejenak. Cobalah sesekali mengamati cicak di dinding. Bagaimana hewan yang tidak bisa terbang makanannya adalah hewan-hewan yang terbang seperti nyamuk, lalat dan lain sebagainya. Tapi kenapa cicak tetap saja hidup dan selalu cukup makanannya?

Coba renungkan sekali lagi, apakah kita pernah melihat seekor ayam membawa bekal makanan atau menyimpan stok makanan untuk hari esok? Tentu saja tidak. Ayam tak pernah khawatir tidak kebagian makan di hari esok, dan kenyataannya, ayam tidak pernah kelaparan dan mati akibat tidak mendapatkan makan.

Inilah konsep tawakal sebenarnya. Substansinya disini adalah sebuah kepasrahan kepada Allah dalam segala hal, baik permasalahan rezeki, pekerjaan, masa depan, bahkan jodoh.

Umar bin Khattab ra. pernah bersabda, “Aku tidak pernah memedulikan keadaanku di waktu pagi, apakah menggembirakan atau menyusahkan, karena saya tidak mengetahui manakah yang lebih baik bagiku, apakah aku akan senang ataukah aku akan susah.”

Nabi Saw. pernah bersabda, “Tidak ada sesuatu yang diperintahkan Allah kepadamu melainkan aku telah memerintahkannya kepadamu, dan tidak ada sesuatu yang dilarang oleh Allah kepadamu, melainkan aku telah melarangnya kepadamu. Ingatlah bahwa Ruhul Kudus Malaikat Jibril as., telah membisikkan dalam relung hatiku bahwa sesuatu jiwa tidak akan mati, sehingga menghabiskan semua (rezeki) yang telah ditentukan untuknya. Barangsiapa yang merasa rezekinya lambat, maka hendaklah ia mencarinya dengan cara yang baik. Kamu tidak akan dapat mencapai apa yang ada pada sisi Allah dengan (sesuatu yang) sepadan dengan taat kepada-Nya.” (Al-hadits)

Tawakal dan ikhtiar

Tawakal kepada Allah bukan berarti penyerahan diri secara mutlak kepada Allah, akan tetapi ia harus melaksanakan apa yang menjadi ikhtiarnya sebelum menanamkan tawakal dalam hatinya. Contoh: seseorang tidak melakukan apapun dan diam di rumah. Ia bertawakal dan meyakini bahwa Allah tidak akan membiarkan ia mati, dan ia meyakini bahwa rezeki akan datang dengan sendirinya apabila kita pasrahkan semuanya kepada Allah Swt.


Coba perhatikan contoh tawakal di atas, pemahaman tersebut memang benar, tetapi cara pengambilan sikapnya yang salah. Cicak tidak akan makan apabila ia tidak ikhtiar mencarinya dan sabar menunggu nyamuk hinggap di dasar-dasar tembok (dinding). Ayam tidak akan makan jika sedari subuh ia tidak bangun dan mencari-cari tempat yang diperkirakan ada biji-bijian atau makanan. Begitu juga dengan manusia, ia tidak akan mendapatkan rezeki jika hanya diam di rumah dan sibuk berangan-angan saja. Ikhtiarnya manusia dalam mencari rezeki adalah bekerja dengan cara yang baik, bukan hanya pasrah secara mutlak kepada Allah Swt.

Ikhtiyar dapat menguatkan hati dan mental

Tidak ada dalil tentang tawakal yang paling pantas kecuali perkataan orang-orang mulia disisi Allah Swt. Rasulullah Saw. sendiri pernah bersabda mengenai manfaat tawakal, yaitu untuk menguatkan hati dan mental. Kuat di sini dapat diartikan kebal terhadap goncangan hidup, cobaan hidup, serta percikan masalah yang melukai hati.


Dari Abbas ra. dari Nabi Saw., bahwasanya beliau bersabda, “Barangsiapa yang ingin menjadi orang yang paling kuat, maka hendaknya ia bertawakal kepada Allah. Barangsiapa yang ingin menjadi orang yang paling mulia, maka hendaknya ia bertakwa kepada Allah. Dan barangsiapa yang ingin menjadi manusia yang paling kaya, maka hendaknya (berkeyakinan bahwa) apa yang berada di tangan Allah itu lebih dapat di percaya daripada apa yang ada di tangannya.”

Cara tawakal kepada Allah

Lukman Hakim sebelum tutup usia meriwayatkan enam kalimat yang apabila kita merenunginya akan benar-benar melahirkan air mata di sudut-sudut mata kita. Jujur, kami gemetar ketika mengetik  artikel ini. kami sangat bersyukur bisa berbagi ilmu yang mulia ini agar dapat dipelajari bersama-sama. Keenam hal itu adalah sebagai berikut:
  1. Janganlah dirimu terlalu sibuk untuk mengurusi dunia, kecuali sekedar memenuhi kebutuhan sisa umurmu.
  2. Beribadahlah kepada Tuhanmu sesuai dengan kadar kebutuhanmu kepada-Nya.
  3. Beramallah untuk akhiratmu sesuai dengan tempat yang kamu inginkan disana.
  4. Berusahalah dengan sekuat tenaga untuk dapat melepaskan diri dari neraka sebelum kamu yakin bahwa kamu bisa selamat daripadanya.
  5. Sesuaikan keberanianmu dalam melakukan wasiat, sesuai dengan kadar keberanianmu untuk sabar terhadap siksaan Allah.
  6. Apabila kamu ingin melakukan maksiat kepada Allah, maka carilah tempat yang mana kamu tidak akan dilihat oleh Allah dan malaikat-Nya.

Apa bedanya yakin dengan tawakal?

Yakin adalah percaya dengan sepenuh hati terhadap Allah dalam kaitannya dengan masalah akhirat, sedangkan tawakal adalah percaya dengan sepenuh hati terhadap Allah dalam kaitannya dengan masalah dunia.

Ada juga ulama yang mengatakan bahwa tawakal itu ada dua. Yang pertama adalah tawakal mengenai rezeki, yang di mana seseorang tidak boleh risau. Yang kedua adalah tawakal mengenai pahala amal, yang dimana seseorang harus percaya tentang janji Allah, dan merasa khawatir terhadap amal kebaikannya, apakah diterima atau ditolak.

Contoh tawakal di zaman Sahabat

Dalam redaksi hadits, Ya’la bin Murrah menceritakan sebagai berikut:
Alkisah, kami berkumpul dengan beberapa kawan Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah, lalu kami berkata, “Alangkah baiknya bila kami menjaga Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thalib), karena kini ia sedang dalam keadaan perang, dan kami tidak merasa aman, siapa tahu nanti ada yang menculiknya.” 

Kemudian kami berangkat ke rumahnya, dan berjaga di pintu rumahnya. Sewaktu Ali keluar untuk mengerjakan shalat, ia bertanya kepada kami, “Ada apa kamu disini?” Kami menjawab, “Kami sedang menjaga engkau, wahai Amirul Mukminin, karena kini sedang dalam keadaan perang, dan kami khawatir bila ada orang yang menculik engkau.” Ali bertanya, “Kamu dari langit atau dari bumi?” Kami menjawab, “Dari bumi, Bagaimana mungkin ahli langit akan menjaga engkau?” Ali berkata, “Sesungguhnya di bumi ini tidak ada sesuatu yang terjadi, melainkan telah ditakdirkan oleh Allah. Tidak ada seorang pun di dunia ini, melainkan ia telah dijaga oleh dua malaikat yang menolak bahaya yang akan menimpanya sehingga datang takdir dan bila telah datang takdirnya, maka dua malaikat itu akan melepaskannya, sehingga ia akan terkena musibah yang telah ditakdirkan oleh Allah.”
Itulah penjelasan tawakal kepada Allah. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A'lam