Kepemimpinan dan Pembagian Peran Dalam Keluarga Menurut Islam

Daftar Isi

Kepemimpinan dan Pembagian Peran di Dalam Keluarga Menurut Islam
Abusyuja.com – Selayaknya bahtera yang membutuhkan nakoda, demikian pula dengan bahtera rumah tangga yang membutuhkan seorang pemimpin yang bertanggung jawab serta mengatur dan melindungi anggota rumah tangganya.

Pada prinsipnya, pemimpin dalam keluarga adalah suami. Model kepemimpinan ini adalah kepemimpinan tunggal karena ada satu pemimpin yang bertanggung jawab terhadap keluarga.

Hal ini sejalan dengan pandangan sejumlah ulama fikih dalam menafsirkan firman Allah dalam Qur’an Surat an-Nisa’ ayat 34 bahwa:

“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena itu, Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain...”

Akan tetapi, fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa dalam situasi tertentu, istri juga dapat menggantikan peran tersebut dalam rumah tangga. Artinya, kepemimpinan di dalam keluarga dewasa ini dianggap fleksibel apabila memang diperlukan atau keadaan menuntut.

Selain kepemimpinan tunggal sebagaimana gambar di atas, pola kepemimpinan kolektif juga ditemukan dalam realitas masyarakat.

Kepemimpinan kolektif merupakan kepemimpinan yang dimiliki bersama antara suami maupun istri.

Keduanya merupakan tim pemimpin yang bersama-sama bertugas memimpin dan mengelola rumah tangga. Semua ini menunjukkan keberagaman bentuk kepemimpinan dalam keluarga.

Pada dasarnya, siapapun yang menjadi pemimpin sebaiknya tidak perlu dipersoalkan sepanjang kebenarannya dalam hal tanggung jawab masih berada di jalur yang benar.

Adapun kriteria kepemimpinan yang baik menurut Islam adalah sebagai berikut:

Pertama, memiliki kemampuan manajerial, bersikap adil dan bijaksana, berorientasi pada kepentingan anggota keluarga, mengayomi, serta memastikan seluruh kebutuhan keluarga terpenuhi.

Kedua, mampu bersikap adil kepada seluruh anggota keluarganya yang dipimpin, bukan malah terkesan menguasai, mendominasi, atau mengambil sebuah keputusan secara sepihak demi kepentingan atau keuntungan diri sendiri.

Ketiga, mampu membangun suasana yang harmonis dan damai dalam keluarga, menciptakan budaya saling menghormati dan menghargai satu sama lain, serta merawat kasih sayang di antara seluruh anggota keluarga.

Secara khusus, pemimpin keluarga haruslah memenuhi dua syarat utama, yaitu bertanggung jawab dalam memenuhi nafkah dalam keluarga serta memiliki kemampuan manajerial dalam mengatur rumah tangga dengan adil dan bijaksana.

Hal ini tentu ada relevansinya dengan pembagian peran di dalam rumah tangga yang sampai sekarang masih sering dipersoalkan di masyarakat. 

Di dalam kehidupan rumah tangga, ada dua peran penting yaitu peran domestik dan peran publik.

Peran domestik di dalam keluarga adalah berbagai tugas dan kegiatan yang dilakukan di dalam rumah atau kegiatan terkait tugas-tugas reproduksi.

Diantara contoh peran domestik atau tugas reproduksi adalah mencuci, membersihkan rumah, memasak, merawat anak, menemani anak belajar, dan merawat rumah.

Sedangkan peran publik di dalam keluarga adalah tugas atau peran di luar rumah yang diorientasikan untuk mendapatkan dana atau uang untuk kepentingan pengembangan potensi dan aktualisasi diri.

Dua peran ini sering kali dipahami dengan pembagian peran pada suami dan istri secara baku. Artinya, laki-laki sering kali dipahami harus berperan di pabrik untuk mencari uang, sedangkan yang dianggap sebagai perang ideal Istri adalah tinggal di rumah sembari mengerjakan berbagai tugas rumah tangga.

Akibat dari anggapan tersebut adalah istri yang berperan di publik atau bekerja di luar rumah kerap disalahkan ketika ada masalah dalam rumah, seperti anak jatuh, prestasi anak menurun, dan lain sebagainya.

Begitu pula ketika suami tidak bekerja dan memilih merawat rumah dan anak-anak, sebagian besar dinilai masyarakat sebagai sosok atau suami yang kurang bertanggung jawab.

Padahal pada dasarnya pembagian peran ini lebih bersifat pilihan atau opsional, sehingga baik suami maupun istri bisa bekerja sama baik dalam hal pekerjaan publik atau mencari nafkah dan aktualisasi diri, maupun pekerjaan domestik untuk tugas-tugas di dalam rumah.

Dengan demikian, baik suami maupun istri dapat menyesuaikan dengan kondisi, kemampuan, kesempatan, serta kapasitasnya masing-masing.

Pembagian peran inilah yang perlu dimusyawarahkan bagi kedua belah pihak. Akan tetapi pemimpinlah yang seharusnya lebih bisa memberikan solusi terbaik mengenai pembagian peran di dalam rumah tangga, sebab seorang suami merupakan sosok pemimpin (imam) yang memang diwajibkan mengarahkan keluarganya ke jalan yang baik.