Wajib Baca! Masih Lamaran Kok Sudah Jalan Bareng?
Walaupun banyak kemungkinan masih bisa terjadi, takdir dapat berubah dan bisa saja dia bukanlah jodohnya, tetapi hubungan mereka sudah bisa dikatakan setengah resmi karena telah melibatkan kedua keluarga.
Baca juga: Doa Ketika Khitbah, Tunangan, atau Lamaran Calon Pengantin
Akan tetapi, setengah resmi bukan berarti resmi. Mereka tetap saja masih terkena batasan, walau terkadang banyak hal-hal yang salah kaprah setelah terjadi lamaran.
Pembenaran dari sikap untuk “jalan bareng”, seperti main, menonton, makan, hanya berdua-duaan, tanpa ditemani oleh mahram dengan alasan kalian berdua sudah terikat dan tinggal menikah saja, merupakan kesalahan yang fatal.
Ketahuilah, bahwa hal tersebut adalah salah satu jenis godaan setan yang seakan-akan membolehkan apa saja yang masih haram.
Kebolehan hanya terjadi setelah kalian berdua ijab kabul, sebab melamar atau meminang hanya sekedar pernyataan seorang pria yang meminta kesediaan wanita untuk menikah.
Keadaan ini makin diperparah dengan sikap orang tua yang memperbolehkannya dan tidak melarang secara tegas, sehingga mereka memberikan keinginan putrinya untuk jalan bareng tanpa mahram sampai terjadi khalwat.
Rasulullah Saw. bersabda,
"Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir, jangan sekali-kali berdua-duaan dengan wanita ajnabiyah (yang bukan mahram) tanpa disertai mahram. Maka, yang ketiga adalah setan." (HR. Bukhari dan Muslim)
Seorang wanita yang dipinang juga telah terhalang hijab dan terkena batasan-batasan sebagaimana keharaman laki-laki dan perempuan. Mungkin ada sebagian yang membenarkan dengan alasan, "Toh, kami hanya mengobrol. Tidak ada yang lain."
Mungkin awalnya mengobrol, tetapi jika tanpa didampingi mahram, maka yang ketiga adalah setan. Ia memasang godaan magnet yang amat kuat, sehingga menganggap sah hubungan laki-laki dan perempuan sekalipun masih dalam jenjang lamaran.
Untuk menghindari dosa tersebut, biasanya pernikahan harus dipercepat. Tidak menutup kemungkinan jika setelah lamaran, kedua mempelai mesti menyiapkan hal-hal teknis sebelum pernikahan berlangsung.
Semisal, persiapan penyebaran undangan, sewa gedung dan katering. Tetapi, jika hal-hal tersebut sudah dilampaui dan keduanya sudah saling cocok, buat apa diperlambat?
Tidak ada ketentuan khusus mengenai berapa lama jarak waktu yang ideal antara proses peminangan dengan pernikahan. Yang pasti, makin cepat makin baik. Semakin cepat akan semakin memperkecil risiko terjerat dosa zina.
Apabila keduanya sudah memahami masalah ini, dalam arti mereka tidak berkhalwat dan tetap memandang calon suaminya haram sebelum ada pernikahan, bukan berarti ia tidak boleh menjalin komunikasi sama sekali.
Komunikasi harus tetap berjalan. Misalnya, untuk urusan meminta pertimbangan teknis pernikahan, atau untuk memastikan bahwa calon suaminya dalam kondisi sehat.
Untuk tetap menjaga komunikasi, keduanya boleh berkunjung ke rumah pasangan dengan catatan harus ditemani dengan mahramnya.
Di masa sekarang, komunikasi tanpa tatap muka, bisanya lewat WA juga bisa dilakukan. Bahkan, hal ini lebih praktis, walaupun terjadi silang pendapat mengenai kebolehannya. Sebab, dalam menjadi tali silaturahmi, yang terbaik memang melalui tatap muka.
Baca juga: Hukum Chatting (Diskusi) dengan Lawan Jenis
Tradisi yang baik setelah lamaran atau khitbah adalah dengan saling berkirim hadiah, yang bisa dikirim melalui kurir atau pihak keluarga secara langsung.
Tujuannya sendiri tak lain adalah semakin menambah cinta dan menjalin keakraban, baik dengan pasangan maupun dengan keluarganya.
Bahkan, hal tersebut tidak perlu khawatir mengenai keharamannya, karena hal tersebut hanyalah sebagai bentuk simpati pada pasangan.
Memang tidak bisa dipungkiri, rasa menggebu-gebu untuk ingin bertemu dan mengobrol kadang sering muncul. Tetapi, dengan memerhatikan koridor dan batasan-batasannya, hal-hal yang dilarang tidak akan terjadi. Wallahu A'lam