Sejarah Perkembangan Peradaban Islam pada Masa Dinasti Bani Umayyah
Daftar Isi
Politik dan Pemerintahan pada masa Dinasti Bani Umayyah
Pada masa Dinasti Umayyah, kepala negara dan kepala pemerintahan disebut juga sebagai khalifah atau amirul mukminin. Dalam menjalankan pemerintahan, khalifah Dinasti Umayyah dibantu oleh beberapa menteri dan sekretaris. Selain itu, pemerintahan pada masa Dinasti Umayyah juga membagi wilayah menjadi beberapa provinsi, dan setiap provinsinya diperintah oleh seorang gubernur.Untuk memperlancar jalannya pemerintahan, Muawiyah (khalifah pertama Dinasti Umayyah) juga menciptakan sebuah sistem pos. Sistem inilah yang menghubungkan pemerintahan pusat dengan pemerintahan provinsi. Dengan demikian, hubungan antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah di berbagai provinsi berjalan lancar.
Selain sistem pos, pada masa Dinasti Umayyah juga mendirikan departemen percatatan yang fungsinya tak lain adalah untuk mendokumentasikan semua urusan yang berkaitan dengan pemerintahan. Setiap peraturan yang dikeluarkan oleh khalifah disalin dan disimpan dalam register, sedangkan yang asli dikirimkan ke alamat yang di tuju.
Baca juga :
- Sejarah Perkembangan Dinasti Umayyah
- Substansi dan Strategi Dakwah Rasulullah di Mekkah
- Rangkuman Sejarah Dakwah Nabi Muhammad di Madinah
Selain kedua sistem tersebut, pemerintahan pada masa Dinasti Umayyah juga membuat sistem-sistem lain seperti pembentukan Diwanul Hijabah (lembaga yang bertugas mengawal khalifah), Shahibul Kharraj (lembaga khusus yang mengurus pajak negara), Diwan al-Rasail (departemen yang mengurus persuratan) dan Diwan al-Mustaghillat (departemen penerimaan negara).
Pada masa Dinasti Umayyah, Bahasa yang digunakan untuk administrasi negara adalah bahasa Persia dan Romawi. Tetapi pada masa khalifah Malik bin Marwan, tepatnya pada tahun 704 M, menetapkan bahasa Arab menjadi bahasa resmi administrasi negara.
Selain itu, khalifah Abdul Malik bin Marwan pada tahun 695 M. juga menetapkan mata uang sendiri, yaitu terbuat dari emas (dinar) dan perak (dirham). Sebelumnya, mata uang yang di gunakan adalah mata uang Persia dan Romawi.
Sistem pemerintahan monarchi heredities
Pada masa Dinasti Bani Umayyah, pergantian khalifah tidaklah melalui demokrasi (pilihan rakyat), melainkan diwariskan secara turun temurun.Perkembangan Militer pada masa Dinasti Umayyah
Seperti yang kita ketahui, puncak perluasan wilayah kekuasaan kaum muslim terjadi pada masa dinasti bani Umayyah. Ketika itu, wilayah kekuasaan kaum muslimin membentang perbatasan China bagian timur sampai Sepanyol bagian barat. Luasnya wilayah ini tidak lepas dari kuatnya militer yang dimiliki oleh dinasti ini.
Secara umum, militer yang dimiliki dimiliki dinasti bani Umayyah ini menganut model Romawi atau Persia. Formasinya tersusun atas 5 bagian, yaitu qalb-al-jaisy (tengah), al-maimanah (sayap kanan), al-maisarah (sayap kiri), al-muqaddimah (depan) yang bisanya berupa pasukan pasukan berkuda, dan saqah al-jaisy (belakang) yang berfungsi sebagai pasukan cadangan. Formasi inilah yang biasa disebut dengan sistem ta'biah.
Selain angkatan darat, dinasti Umayyah juga membangun angkatan laut. Model yang ditiru adalah angkatan laun Byzantium. Pasukan tempur yang ditempatkan di atas kapal besar yang dapat menampung paling sedikit 25 orang di dua dek bagian bawah. Seluruh pendayung (kurang lebih 100 orang) juga dipersenjatai. Sedangkan pasukan yang memiliki keahlian khusus atau terlatih ditempatkan di dek paling atas.
Selain angkatan darat dan angkatan laut, ada pula organisasi kepolisian (as-syurtah). Pada awalnya, kepolisian merupakan bagian dari lembaga kehakiman. Namun pada akhirnya, kepolisian menjadi organisasi mandiri dengan tugas mengurus persoalan kriminal.
Berkat tentara yang kuat itulah, Daulah Bani Umayyah dapat menaklukkan berbagai wilayah. Puncak penaklukkan itu terjadi pada masa Khalifah Walid bin Abdul Malik (Walid I) yang memerintah pada tahun 705-715 M.
Perkembangan Sosial pada masa Dinasti Bani Umayyah
Masyarakat Dinasti Umayyah terbagi berdasarkan agam muslim dan non muslim. Masyarakat muslim sendiri terbagi menjadi dua, muslim Arab dan muslim Non Arab (Mawali). Muslim Arab menjadi warga nomor satu yang mendapatkan banyak sekali keistimewaan, sementara Muslim Non Arab (Mawali) menjadi warga kelas kedua. Adapun warga non muslim yang menjadi warga kelas tiga merupakan komunitas minoritas yang dilindungi, yaitu warga yang keamanannya di jamin dan dilindungi oleh pemerintah. Kebanyakan mereka adalah orang-orang yang memeluk agama Yahudi, Kristen/Nasrani dan Saba. Sebagai ganti jaminan atas keamanannya, mereka dikenakan biaya pajak.
Perkembangan Seni Budaya pada masa Dinasti Bani Umayyah
Seni Sastra
Perkembangan seni dan budaya pada masa dinasti Bani Umayyah merupakan tahap awal dari perkembangan seni dan budaya pada masa sesudahnya. perkembangan ini meliputi banyak hal, mulai dari sastra sampai arsitektur. Di bidang sastra, Lahir para sastrawan hebat seperti Al-Farazaq, Al-Akhtal, Qathari bin al-Fuja'ah, Abdullah bin Qais ar-Ruqyyat, dan Kasit bin Zaid. Pusat perkembangan sastra antara lain pada Damaskus, Kufah, Bashrah, Mekkah dan Madinah.
Seni Suara
Selanjutnya pada seni suara seperti Qira'atul Qur'an, qasidah dan lagu-lagu berirama Cinta. Di manakah orang muncul perkumpulan penyanyi dan ahli musik. Perkumpulan ini dimotori oleh Thuwais, Ibnu Suraih dan Al-Gharidh.
Seni Arsitektur
Pada masa dinasti Bani Umayyah dibangun istana dan masjid dengan arsitektur yang khas. Bentuk bangunan segi empat pada masa sebelumnya mengalami perubahan. Masjid-masjid yang dibangun pada zaman ini dilengkapi dengan Mihrab di arah kiblat, dengan atap melengkung dan hiasan kaligrafi. Selain itu, masjid juga dilengkapi dengan menara. Arsitektur masjid juga memperoleh pengaruh dari luar, terutama karena pengalihan fungsi gereja yang dijadikan masjid.
Beberapa bangunan masjid yang dibangun pada masa dinasti Bani Umayyah yang masih dapat kita saksikan sekarang misalnya Masjid Agung Damaskus. Masjid yang dibangun pada masa Khalifah Walid Bin Abdul Malik masih. Selain itu ada juga Masjid Qairawan yang dibangun oleh Uqbah bin Nafi' pada tahun 670 Masehi, dan masih banyak lagi.
Selain masjid, dibangun pula istana sebagai tempat istirahat khalifah di padang pasir. Misalnya Qusair Amra dan al-musatta yang bekas-bekasnya masih ada sampai sekarang. Adapun rusafa atau tempat istirahat untuk pejabat dan pekerja dibangun di beberapa tempat.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Umayyah
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa dinasti Bani Umayyah masih berada pada tahap awal. Dinasti Umayyah merupakan masa inkubasi. Hal ini karena Perhatian para penguasa dipersiapkan untuk ekspedisi militer ke berbagai perbatasan. Selain itu tenaga kerja lebih banyak digunakan untuk menstabilkan keadaan politik di dalam negeri.
Namun demikian, bukan berarti ilmu pengetahuan tidak berkembang sama sekali. Meskipun masih tahap awal, sudah ada perhatian dari Penguasa dan keluarganya untuk memajukan ilmu pengetahuan. Khalid bin Yazid, cucu khalifah muawiyah misalnya, dia mempelopori penerjemahan ilmu kimia dan kedokteran pada masa Walid Bin Abdul Malik, didirikan bimaristan, yaitu semacam rumah sakit yang juga menjadi tempat studi ilmu kedokteran.
Beberapa cabang pengetahuan meliputi ilmu bahasa, ilmu Qiraah, hadits, tafsir, teologi dan sejarah juga berkembang pada masa Dinasti Umayyah. Salah satu contoh ahli bahasa yang lahir pada masa ini adalah Imam Sibawaih, seorang ahli ilmu Nahwu kaidah bahasa Arab.
Beberapa cabang pengetahuan meliputi ilmu bahasa, ilmu Qiraah, hadits, tafsir, teologi dan sejarah juga berkembang pada masa Dinasti Umayyah. Salah satu contoh ahli bahasa yang lahir pada masa ini adalah Imam Sibawaih, seorang ahli ilmu Nahwu kaidah bahasa Arab.