Fenomena Operasi Plastik, Efek dari Korean Wave

Daftar Isi

Abusyuja.com – Bukan hal tabu jika banyak rumah sakit yang turut menyediakan layanan praktik operasi kecantikan. Mereka saling berlomba untuk mendapatkan nilai kepuasan dari para pasiennya.

Tanpa memedulikan lagi, apakah praktik yang mereka tawarkan sejatinya bertentangan dengan norma agama atau tidak.

Kajian ini tentu sangat penting, mengingat tidak sedikit wanita yang terobsesi dengan kecantikan. Mereka seakan-akan sudi melakukan apa saja demi mendapatkan kecantikan sempurna sesuai dengan standar yang  dimau.

Operasi kecantikan sebenarnya memiliki tujuan untuk memperbaiki kontur tubuh manusia. Sepintas tidak ada yang salah dari tujuan ini.

Akan tetapi, perbaikan yang hendak dilangsungkan kerap kali bersinggungan dengan larangan agama, salah satunya adalah “mengubah ciptaan Tuhan”.

Dalam Islam, praktik operasi bedah atau operasi plastik sangatlah fleksibel. Bisa dihukumi mutlak haram, bisa juga dihukumi asalkan mengandung alasan-alasan yang dibenarkan dalam syariat Islam.

Baca Juga: 7 Syarat Operasi yang Dibenarkan dalam Syariat Islam

Bedah Plastik merupakan cabang spesialis kedokteran yang unik karena tidak mengenal batasan organ, bekerja berdasarkan prinsip, kepakaran, dan inovasi untuk mencegah suatu masalah.

Pada masa modern ini, praktik bedah plastik semakin banyak dilakukan. Terlebih untuk kebutuhan memperindah diri, mengikuti tren, mengganti ras, atau mengubah diri sesuai keinginan.

Sehingga kasus bedah plastik banyak terjadi bukan karena perbaikan wajah yang rusak atau kelainan fungsi, melainkan hanya sekedar mengubah bentuk wajah menjadi lebih menarik dengan cara praktis dan permanen, walaupun harus merogoh kocek dalam-dalam.

Salah seorang sosialita Swiss bernama Jocelyn Wildenstein misalnya. Konon dia telah menghabiskan 4 juta Dolar AS atau sekitar 58 Miliar rupiah hanya untuk biaya operasi dan perawatan wajah.

Baca Juga: Hukum Operasi Selaput Dara (Keperawanan) dalam Islam

Dampak globalisasi pada akhirnya sanggup membentuk karakter generasi muda (remaja) untuk berkeinginan mengubah dirinya sesuai dengan apa yang dikehendaki.

Tak heran jika akhir-akhir ini kasus operasi plastik mulai menjadi budaya di Korea. Fenomena ini biasa disebut Korean Wave.

Efek ini juga merambah ke basis-basis penggemarnya dari Thailand, Malaysia, Indonesia, dan bahkan Amerika Latin.

Maka tak heran jika banyak turis Indonesia melakukan bedah plastik di Korea. Kasus bedah plastik sebagai akibat gelombang Korean Wave tidak hanya menjangkit kalangan hawa, bahkan kalangan laki-laki juga turut terjebak dalam lingkaran ini.

Dalam beberapa kasus, bedah plastik yang lebih liar kadang juga terjadi. Obsesi berlebih dan fanatisme terhadap sesuatu menjadi suatu semangat bagi mereka untuk memilih operasi plastik ekstrem ini.

Secara psikologis, fakta-fakta ini bisa saja didasari oleh pandangan kaum pesimis yang menolak adanya tujuan hidup dan anti agama.

Baca Juga: Hukum Operasi Cesar Menurut Islam

Sehingga dalam kehidupan sehari-hari, mereka hanya menghabiskan hidupnya untuk bersenang-senang (membahagiakan diri dengan cara apapun walaupun dengan cara ekstrem).

Maka dari itu, mereka terkadang rela menghamburkan hartanya demi mencapai titik kebahagiaannya. Tetapi ketika rasa bahagia yang diimpikan hilang, mereka seakan menghadapi rasa bisan dan bingung hendak melakukan apa lagi guna memuaskan hasratnya.

Ironis memang, ketika orang-orang yang terbiasa hidup modern, berparas oriental, dan kekayaan melimpah, justru memiliki naluri krisisi spiritual dan makna hidup.

Fenomena ini juga pernah diungkapkan oleh seorang novelis Australia terkemuka, Robert Musil, sebagai kepanikan epistemologi orang-orang barat,

Di balik kemewahan hidup material yang kini dinikmati oleh masyarakat barat, menyelinap rasa putus asa, sesuatu yang sering kalut oleh tidak adanya makna hidup, ketidakpastian ilmu pengetahuan, kemustahilan mengatakan dengan pasti apa yang diketahui seseorang atau bahwa dia itu tahu. Makna dan pengetahuan menjadi nisbi, berubah dan bersifat sementara seperti halnya dengan apa saja yang lain.

Konon, kemunculan metode operasi bedah paling tua ditemukan pertama kali di dalam sebuah prasasti purba peninggalan Mesir Kuno yang diperkirakan sudah ada sejak 3000-3500 SM.

Proses bedah plastik bahkan juga telah diperkenalkan sejak 800 SM di India. Tahun demi tahun, metode operasi bedah mulai mengalami perubahan dan perkembangan dalam dunia kedokteran.

Saat perang dunia I, bedah plastik mulai banyak dilakukan untuk merekonstruksi wajah dan anggota tubuh para prajurit yang terluka parah.

Di Indonesia sendiri, bedah plastik pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Moenadjat Wirattmadja, seorang lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun  1958.

Teknik bedah plastik ini ia perkenalkan setelah lulus dari pendidikan bedah plastik di Universitas Washington tahun 1959.

Untuk kajian hukum operasi plastik akan kami paparkan di artikel berikutnya. Wallahu A'lam