Orang Baik Dapat Jodoh Baik, Orang Buruk Dapat Jodoh Buruk?

Daftar Isi

Orang Baik Dapat Jodoh Baik, Orang Buruk Dapat Jodoh Buruk?
Abusyuja.com – Apa sebenarnya yang hendak kita persiapkan untuk mendapatkan pasangan yang saleh? Apakah cukup hanya dengan paras cantik dan tampan saja? Atau kita punya selera tinggi: tak hanya ingin cantik dan tampan secara fisik, tetapi akhlaknya pun juga cantik?

Bagaimana mungkin kita mengharapkan calon pasangan kita seseorang yang tak hanya cantik wajahnya tetapi juga cantik akhlaknya, namun kita sendiri tidak mempersiapkan diri untuk meningkatkan kualitas akhlak kita dengan baik?

Terkhusus untuk lelaki, tak mungkin seorang wanita yang cantik wajah dan akhlaknya bersedia menikah dengan seorang pendamping yang akhlaknya biasa-biasa saja.

Seorang suami di kemudian hari harus menjadi imam. Bagaimana mungkin ia melajukan bahteranya sementara ia tidak lebih tahu tentang arah angin, rasi bintang, titik koordinat di mana pelabuhan berada? Bisa jadi, kendali atas kapalnya akan diambil oleh orang lain.

Sebuah keluarga tidak akan bisa langgeng bila hanya istrinya saja yang salihah, sementara suaminya belum saleh. Ia akan menjadi bumerang yang berbalik pada dirinya sendiri. Atau ia seperti api dalam sekam yang perlahan-lahan akan membakarnya karena tekanan batin dan lain sebagainya.

Banyak contoh kasus bagaimana pada akhirnya pernikahan sebuah pasangan mengalami perceraian karena suaminya bukan orang saleh, sementara istrinya salihah.

Pernikahan Utbah bin Abu Lahab dengan Ummi Kultsum misalnya. Ummi Kultsum adalah putri Rasulullah Saw. dari pernikahannya dengan Khadijah. Pada akhirnya pernikahan Utbah dan Ummi kandas, setelah Al-Qur’an menurunkan Surat Al-Lahab.

Sementara itu, Utbah juga menjadi penentang Rasulullah Saw. dan tak juga mau masuk Islam, maka semakin kuat keinginan Ummi Kultsum bercerai dengannya, karena sudah tidak mungkin lagi seiring sejalan dengan keyakinan yang berbeda.

Allah Swt. pernah berfirman:

اَلزَّانِيْ لَا يَنْكِحُ اِلَّا زَانِيَةً اَوْ مُشْرِكَةً ۖوَّالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَآ اِلَّا زَانٍ اَوْ مُشْرِكٌ ۚوَحُرِّمَ ذٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ

"Pezina laki-laki tidak pantas menikah, kecuali dengan pezina perempuan atau dengan perempuan musyrik dan pezina perempuan tidak pantas menikah, kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik. Yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang mukmin." (QS, An-Nur: 3)

Ibnu Katsir menyatakan, ayat di atas merupakan informasi dari Allah bahwa seorang lelaki pezina tidak boleh berjimak kecuali dengan wanita pezina atau wanita musyrik.

Maksudnya adalah tidak ada yang menyambut keinginan seorang lelaki yang telah berzina kecuali perempuan yang berzina atau perempuan musyrik. Begitu pula sebaliknya.

Hanya saja, jika perempuan-perempuan tersebut sudah tobat, maka lelaki beriman boleh menikahinya. Begitu juga sebaliknya, jika laki-laki tersebut sudah bertobat, maka wanita beriman boleh menerima lamarannya.

Hal ini tercermin dalam firman Allah Swt. berikut:

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ 

"Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman!" (QS. Al-Baqarah: 221)

وَلَا تُمْسِكُوْا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقُوْاۗ ذٰلِكُمْ حُكْمُ اللّٰهِ ۗيَحْكُمُ بَيْنَكُمْۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

"Janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir. Hendaklah kamu meminta kembali (dari orang-orang kafir) mahar yang telah kamu berikan (kepada istri yang kembali kafir). Hendaklah mereka (orang-orang kafir) meminta kembali mahar yang telah mereka bayar (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." (QS. Al-Mumtahanah: 10)

Ada dua ayat yang berbicara tentang pengharaman wanita pezina atau musyrik bagi lelaki saleh. Kebolehan menikahi mereka tentunya sesudah mereka bertobat.

Mengomentari ayat ini, Ibnu Qayyim Al-Jauziah dalam kitab Zaadul Ma’ad mengatakan:

"Menikahi wanita pezina telah Allah tegaskan keharamannya dalam Surat An-Nur ayat 3. Yang menikahinya jika bukan lelaki pezina, maka lelaki musyrik. Boleh jadi, lelaki tersebut menaati hukum Allah yang menjelaskan aturan itu dan meyakini kewajibannya. Namun, bila dia melanggarnya, ia termasuk pezina atau musyrik."

Kembali ke pembahasan utama. Orang yang baik akan berjodoh dengan orang baik. Sebab, orang baik bisa memilih antara jodoh yang baik dan buruk. Orang yang baik ketika bertemu dengan jodoh yang buruk, maka kecil kemungkinannya.

Islam mengenalkan istilah “sekufu” dalam lingkup pernikahan. Sekufu dalam konteks pernikahan dapat diartikan sebagai memilih pasangan yang “sepadan” atau “sederajat” dalam perspektif syariat.

Artinya, orang yang ahli ibadah, tentu tidak boleh menikah dengan pasangan ahli maksiat. Begitu juga sebaliknya.

Bahkan dalam konteks wali nikah, seorang wali nikah boleh menolak permintaan anaknya untuk menikah dengan seseorang yang dipandang tidak “sekufu” dalam kualitas akhlak dan ibadahnya. Wallahu A’lam