Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perjalanan Seseorang Dari Makrifat ke Hakikat

Perjalanan Seseorang Dari Makrifat ke Hakikat
Abusyuja.com – Tidak semua orang yang tekun beribadah akan mendapatkan tingkat makrifat dalam dirinya. Kegigihan seseorang dalam beribadah untuk mencapai makrifat kepada Allah memerlukan perjalanan yang sangat panjang.

Ketika ingin mencapai makrifat, seseorang tidak hanya membutuhkan ibadah yang teratur, akan tetapi ia juga harus memiliki kemampuan rohani tinggi agar sampai kepada tingkat makrifat atau ihsan.

Ihsan adalah sikap di mana seseorang menyembah Allah seakan-akan ia melihat-Nya, atau (seakan-akan) Allah berada di dekatnya. Seseorang yang ingin mencapai tingkat makrifat atau ihsan ini memerlukan ekstra kewaspadaan agar tidak terkecoh oleh pandangan lahiriah dan segala tingkah laku ibadah (kegiatan spiritual) yang membawa fitnah.

Di dalam kasta makrifat terdapat tingkatan-tingkatan lagi. Dalam mencari martabat makrifat, seseorang dilarang berhenti pada satu martabat makrifat saja, apalagi merasa cukup. Sebab, ketika seseorang berhenti pada satu titik martabat makrifat, ia akan dihadapkan pada cobaan yang sangat rahasia. Karena untuk mencapai kasta tertinggi (hakikat), seseorang harus terus menerus memperbaiki martabat makrifatnya.

Tujuh Nasihat Syekh Abu Hasan Asy-Syadzili

Syekh Abu Hasan Asy-Syadzili mengingatkan kepada setiap hamba yang ingin berjalan dengan makrifat menuju hakikat. Berikut dawuh-dawuhnya:

Pertama, jagalah pergaulan agar tidak membawa akibat rusaknya makrifatmu kepada Allah. Artinya, pergaulan yang buruk akan memperburuk makrifat seseorang kepada Allah Swt.

Kedua, bergaullah dengan orang-orang saleh dan Sadiqin agar makrifatmu terpelihara kesuciannya. Artinya, berteman dengan orang-orang baik akan menjaga kesucian makrifat seseorang kepada Allah Swt.

Ketiga, pelihara hubunganmu dengan Allah melalui petunjuk yang hak (kebenaran mutlak), melalui wahyu Allah dan sunah Nabi. Artinya, seseorang harus selalu menjaga hubungannya dengan Allah melalui keilmuan yang memiliki kebenaran mutlak, seperti Al-Qur’an dan Sunah, serta para sahabat-sahabat kepercayaan Nabi.

Keempat, palingkan wajahmu dari dunia yang berlebihan, akan tetapi, janganlah engkau abaikan bagian yang dapat ditarik manfaatnya untuk ber-ta’abbud. Artinya, dalam menjalani kehidupan, seseorang harus memanfaatkan duniawi secukupnya saja (tidak berlebihan), dan meniatkan manfaat duniawi tersebut untuk menunjang ibadahnya kepada Allah Swt.

Kelima, jauhilah musuh yang berniat mempengaruhimu, khususnya yang secara halus ingin menggelincirkanmu. Artinya, seseorang harus selalu waspada terhadap pengaruh lingkungan, khususnya kepada pihak yang memiliki pengaruh negatif kepadanya.

Keenam, hindarilah pengaruh manusia dan berlakukan zuhud dari hiruk pikuk dunia. Artinya, tidak perlu menjadikan orang lain sebagai subjek yang memiliki pengaruh. Pertegas kezuhudan dengan mencondongkan kepentingan ukhrawi tanpa harus meninggalkan total urusan duniawi (melakukan secukupnya).

Ketujuh, teguhkan pendirianmu bersama Allah dengan sifat muraqabah dan terus menerus bertobat dalam keadaan waspada dan istigfar, kemudian berpegang teguh kepada hukum-hukum Allah. “Allah itu selalu waspada atas segala sesuatu”. Artinya, seseorang harus berusaha memiliki sifat muraqabah (merasa selalu diawasi Allah), selalu bertobat karena manusia adalah tempat segala khilaf, serta patuh terhadap aturan-aturan Allah Swt. Wallahu A'lam