4 Metode Berfikir Ahlussunnah Wal Jamaah

Daftar Isi
4 metode pemikiran Aswaja_Jika ingin membahas pokok-pokok keyakinan yang berkaitan dengan Tauhid, maka hal tersebut harus dilandasi dengan dalil dan argumentasi yang definitif dari Al-Qur'an, hadits, dan argumentasi akal yang sehat.Baca juga :


Contoh, para ulama yang menulis karangan-karangan untuk membantah aliran-aliran ahli Bid'ah dan kelompok-kelompok yang menyimpang, biasanya akan membuat argumentasi berdasarkan dalil-dalil tersebut (Al-Qur'an, Hadist dst..) secara hierarkis.

Maka dari itu, penting bagi kita untuk mengetahui pemikiran atau metode berfikir dalam mengkaji sebuah hukum, khususnya dalam bidang Tauhid.

Dan pada kesempatan kali ini, kita akan membahas tentang prinsip yang menjadi dasar metode berfikir Ahlussunnah Wal Jamaah, atau yang bisa kita sebut sebagai corak pemikiran Ahlussunnah Wal Jamaah.
https://www.abusyuja.com/2019/09/4-metode-berfikir-ahlussunnah-wal-jamaah.html

4 Metode Berfikir Ahlussunnah Wal Jamaah

1. Al-Qur'an

Seperti yang kita ketahui, Al-Qur'an Al-Karim merupakan pokok atau inti dari semua argumentasi dan dalil. Al-Qur'an juga bisa didefinisikan sebagai dalil yang mengarah pada pembuktian benar atau tidaknya Risalah yang di sampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.

    Al-Qur'an merupakan kitab Allah terakhir yang menegaskan pesan kitab-kitab Samawi sebelumnya. Allah memerintahkan dalam Al-Qur'an supaya kaum muslimin senantiasa mengembalikan persoalan yang diperselisihkan kepada Allah dan Rasul-Nya.

    Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an surat an-Nisa ayat 59 Yang intinya adalah apabila kita berlainan pendapat tentang sesuatu, maka hendaklah dikembalikan kepada Al-Qur'an dan Sunnahnya.

    Mengembalikan persoalan kepada Allah berarti sama saja dengan mengembalikan persoalan kepada Al-Qur'an. Sedangkan mengembalikan persoalan kepada Rasul berarti sama saja mengembalikan pada sunnah Rasul yang shahih.

    2. Hadits

    Hadits adalah dasar kedua dalam menetapkan ajaran akidah dalam Islam. Tetapi perlu anda ketahui bahwa tidak semua hadits dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah. Hadist yang dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah adalah hadits yang perawinya disepakati dan dipercaya oleh para ulama.

    Sedangkan hadits yang masih diperselisihkan para ulama, maka tidak bisa dijadikan dasar dalam menetapkan akidah sebagaimana kesepakatan ulama ahli hadits dan fuqaha tentang menyucikan Allah dari sifat menyerupai makhluk.

    Perlu anda ketahui juga bahwa menetapkan akidah tidaklah cukup didasarkan pada hadits yang dihasilkan melalui jalur yang memiliki rawi yang dhoif (cacat), meskipun hadits tersebut diperkuat dengan perawi yang lain.

    Hadits yang dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah adalah Hadits Mutawatir, yaitu hadits yang mencapai peringkat tertinggi dalam keshahihan. Hadits Mutawatir ialah hadits yang disampaikan oleh sekelompok (orang yang banyak) serta didasari dengan penyaksian mereka langsung hingga sampai kepada penerima hadits tersebut, baik penerima kedua maupun ketiga. Dan hadits ini tidak memberikan peluang terjadinya kebohongan.

    Di bawah Hadits Mutawatir, ada hadits Mustafid atau hadits Masyhur. Hadits Mustafid  merupakan hadits yang bisa dijadikan argumentasi dalam menetapkan akidah. Hadits Mustafid  ialah hadits yang diriwayatkan 3 orang rawi atau lebih, dari generasi pertama hingga generasi selanjutnya.

    Al Imam Abu Hanifah dan pengikutnya menetapkan syarat bagi hadits yang dapat dijadikan argumentasi dalam hal akidah, yaitu  harus berupa Hadits masyhur, sedangkan hadits yang tingkatnya di bawah Hadits masyhur, maka tidak layak dijadikan argumentasi dalam menetapkan sifat Allah SWT.

    3. Ijma' ulama

    Ijma' ulama yang boleh digunakan sebagai argumentasi dalam menetapkan akidah hanyalah Ahlul Haq. Salah satu contoh Ijma' ulama dalam konteks ini adalah sebagaimana dijelaskan Imam As Subki dalam bukunya Syarah akidah Ibnu al-Hajib berkata : ketahuilah sesungguhnya hukum Jauhar dan 'aradh (aksiden) adalah baru. Karena itu, semua unsur-unsur alam adalah baru. Hal ini telah menjadi ijma' kaum muslimin, bahkan juga menjadi ijma' seluruh penganut agama-agama di luar Islam. Barangsiapa yang menyalahi kesepakatan ini, maka dia dinyatakan kafir, karena menyalahi ijma' yang qath'i.
    Jauhar di sini menurut ahli teologi adalah benda kecil yang tidak dapat terbagi lagi. sedang aradh (aksiden) adalah sifat benda yang keberadaannya harus menempati benda lain.

    4. Akal

    Dalam membicarakan sifat-sifat Allah, sifat sifat nabi dan sifat-sifat Malaikat, terkadang ulama tauhid hanya bersandar pada penalaran akal. Mereka membicarakan hal tersebut dalam konteks membuktikan kebenaran tentang segala sesuatu yang disampaikan oleh Nabi SAW dengan akal.

    Jadi menurut ulama tauhid, akal difungsikan sebagai sarana yang dapat membuktikan kebenaran syara’, bukan sebagai dasar dalam menetapkan akidah-akidah agama. Meski begitu, hasil penalaran akal yang sehat tidak akan mungkin keluar hingga bertentangan dengan ajaran yang dibawa oleh syara'.

    Itulah pembahasan mengenai 4 Metode Berfikir Ahlussunnah Wal Jamaah. Semoga bermanfaat. Wallahu A'lam.

    Diterbitkan oleh : Abu syuja